Berawal dari sebuah pertemuan, rasa ini tumbuh. Dan tumbuh
semakin cepat seiring dengan semakin seringnya kita bertemu. Kukirimkan
rangkaian kata indah untukmu, meskipun aku tak dapat berkata-kata saat kita
saling memandang. Aku selalu menunggumu sampai hatimu hanya untukku. Aku selalu
memandangmu meskipun kau tak tau di mana diriku saat itu.
Tak henti aku mengagumimu
Tak henti aku merangkai kata untukmu
Tak henti pula aku menunggumu
Kau mengirimkan kabar, kabar tentang pernikahanmu. Dan kau
hanya bisa mengatakan ‘maaf’.
Bukankah kau tau bahwa aku sangat mencintaimu? Bukankah kau
tau hatiku hanya untukmu? Bukankah kau harusnya mengerti itu?
Apakah tak ada kesempatan lagi untukku?
Tak pernah kau mengerti akan rasaku. Rasa yang tak akan
hilang oleh waktu. Rasa yang tak mudah ku hapus dalam benakku. Rasa yang telah
melekat dalam tulangku. Rasa yang membuatku kehilangan separuh dari jiwaku.
Kau membuatku lemah, kau membuatku melelehkan air mata, kau
juga telah membuatku putus asa akan cinta yang baru. Inginku pergi darimu,
tapi, hati dan pikiranku tak sejalan. Aku hanya bisa bahagia untuk pernikahanmu,
meskipun dalam hati aku menangis. Meskipun dalam hati aku kecewa akan sikapmu,
meskipun aku nantinya tak dapat lagi menaruh hati padamu, dan tak dapat
memilikimu…