Buscar

W.E.L.C.O.M.E. !n tH!s s!tE

Welcome in my blog!!!
di sini,, kamu bisa baca apapun yang kamu mau..
selamat membaca, ya!
semoga bermanfaat...
Leave Comment, please.... ^^

Cerita Dini dan Seorang Ojol

Sebuah monolog yang tertuang dari kisah nyata tentang seseorang. Ini benar adanya, Mungkin ada bagian yang memang tak dapat diceritakan. Tapi aku usahakan bercerita detail agar kalian dapat menikmatinya.
Selamat membaca...
***

      Namaku Dini. Usia 23 tahun. Berkuliah di salah satu universitas  terbaik di kota M. Pengalamanku kali ini mungkin dapat membuat mahasiswa perempuan lainnya bergidik ngeri. 
Belum lama ini, beberapa hari yang lalu, tepatnya hari selasa lalu aku dan salah satu teman kosku berencana jalan-jalan ke sebuah mall. Kami memutuskan  untuk mengisi perut sebelum jalan-jalan di mulai karena dipastikan memakan waktu berjam-jam. Akhirnya kami berangkat dengan menggunakan jasa ojol (ojek online). 

Perut sudah terisi. Saatnya pergi ke mall. Cukup jalan kaki kurang lebih 5-10 menit. Di tengah waktu tersebut teman kuliahku menelepon. Dia berkata bahwa sudah di depan kamarku tapi aku tidak ada. Aku lupa bahwa sudah berjanji juga dengannya. Lalu jalan-jalan dibatalkan. Aku dan teman kosku meluncur segera untuk pulang menggunakan jasa ojol lagi. Ojol kali ini lebih banyak diam. Ramah sepertinya. Namanya Fiyan. Hanya sebatas itu aku tau.

Kami sampai di kosan dengan selamat. Dan aku memberikan rating bintang 5 seperti biasa. Tapi kali ini dengan komentar terima kasih dan emoji bentuk hati. Entah apa yang membuatku menulis seperti itu. Tapi aku hanya iseng. Sekali-kali begitu apa salahnya?

Kemudian aku mengobrol dengan teman kuliahku di kamar. Tiba-tiba, ada sms. Ternyata dari ojol yang bernama Fiyan itu. 
Aku membalas pesan singkat itu, hingga berlanjut ke whatsapp. Dan dia mengatakan ingin bertemu denganku. Dengan iseng aku jawab iya.
***

             Malam itu jam setengah 10 malam. Kami bertemu dan menuju sebuah taman. 
Kemudian dia bercerita bahwa dia menjadi ojol hanya sambilan. Dia kuliah semester 6 di salah satu universitas islam yang tidak begitu terkenal. Ia berkata bahwa kuliahnya telat 7 tahun. Jadi umurnya saat ini 28 tahun. Cukup mengejutkan untukku. Aku pun bertanya alasannya. Dia bilang karena tidak punya biaya. Lalu dia bekerja di kota Y selama dua tahun, dan di ibu kota selama satu tahun. Kemudian ke kota M ini sejak tahun 2004. Selain menjadi ojol, dia juga menjalani profesi sebagai makelar rumah. Dan ada rumah yang di tangani nya saat ini. 

Dia bertanya tentang keseharianku, aku jawab seadanya karena memang belum terlalu kenal. Bahkan ada cerita yang ku manipulasi. Bagaimanapun ojol ini bukan orang yang dapat dipercaya sepenuhnya. Kami mengobrol hingga jam setengah satu dini hari. 
Dan akhirnya aku diantar pulang ke kosan.
***

          Esoknya Fiyan menghubungiku kembali. Ia ingin aku menemaninya memotret rumah yang akan dijualnya. Aku bertanya mengapa harus denganku. Dia tak menjawab. Dengan setengah memaksa dia meminta aku unutk menemaninya. Lalu aku bilang bahwa aku akan ke mall dengan teman kosku. Entah sampai jam berapa. Dan dia bilang akan menunggu. Whatever. 

Aku dan temanku berada di mall hampir 3 jam. dan.. hujan. Oke. Kami terpaksa menunggu hujan deras yang mengguyur kota M siang itu. Fiyan menghubungiku kembali. Dia bertanya sudah selesaikah aku berbelanja? Lalu aku memotret keadaan sekitar dan berkata belum. Dan dia bilang akan menunggu sampai setengah tiga sore. Jika masih belum pulang, besok saja memotret rumahnya. 
Lalu aku berkata lebih baik dia sendiri saja daripada menungguku justru akan semakin menghambat pekerjaannya. Kemudian dia bilang tak apa, besok saja, bersamaku.

Aku mulai curiga. Dan mulai berpikir yang tidak-tidak. Mengapa sangat memaksa untuk aku menemaninya padahal hanya pekerjaan sepele. Hanya memotret. Bahkan jika alasannya adalah untuk bertemu denganku, sungguh dia sangat memaksakan kehendak. Padahal ada hari lain jika ingin bertemu. Aku pun akhirnya mengiyakan, karena ingin tau apa yang akan dilakukannya. Mungkin dia mau melakukan pelecehan?
Entah...
***

Keesokan harinya Fiyan menghubungiku. Dia berkata akan menjemputku sekitar jam 10. Aku pun bersiap.

Kemudian dia menjemputku. Tak banyak percakapan berarti selama perjalanan. Aku hanya menjawab iya dan tidak.

       Rumah yang akan dijual berada di daerah perumahan yang lumayan sepi. Selama masuk di daerah perumahan tersebut dia banyak bercerita tentang rumah tersebut. Tiba-tiba, dia berkata bahwa lupa jalan. Lalu kami mengitari daerah perumahan tersebut kurang lebih 15 menit. Dari gelagatnya, sepertinya ia berbohong bahwa lupa jalan. Karena beberapa hari sebelumnya dia berkata bahwa sudah datang ke rumah ini untuk berbicara dengan pemiliknya. Tidak masuk akal jika baru beberapa hari yang lalu sudah melupakan jalan yang dia lewati kecuali mempunyai riwayat short term memory.

          Akhirnya sampai di rumah tersebut. Rumahnya berada di pojokan, dengan keadaan sedikit tak terawat, ilalang yang meninggi, cat dinding warna gading mulai pudar, pagar besi berkarat dan roda pagar yang harus diberi oli sesegera mungkin. Setelah masuk rumah, pagar digembok kembali olehnya. Dia berkata yang punya akan datang nanti sore sehingga siang ini rumah sepi tak ada manusia satu pun.
Aku duduk diam di ruang tamu sembari menunggunya mengambil beberapa foto dari berbagai sudut rumah. Selama beberapa menit menunggu aku melihat seisi rumah yang menurutku sempit. Hanya ada dua kamar, satu kamar mandi, ruang tamu ukuran 2 x 2 meter dengan tv sebagai penghias, lalu ada satu ruangan kosong ukuran 2 x 2.5 meter yang digunakan sebagai kamar tanpa pintu, serta ada dapur kecil. Ada foto keluarga yang terpampang di dinding depan kamar. Lumayan bersih rumahnya karena hanya di tinggali beberapa orang lelaki.

          Dia telah usai mengambil gambar. Lalu duduk berhadapan denganku. Mengajak ngobrol dan bercanda. Aku pun antusias untuk mendengarkan, menjawab pertanyaan dan membalas gurauannya. Seperti teman pada umumnya. Dia kemudian memegang salah satu tanganku sambil mengobrol. Biasa saja. Hanya melihat garis tangan, kuku, kulit, pembicaraan pada umumnya untuk "modus" ke seseorang. Karena aku bosan, jadi aku memainkan hape sepanjang bersamanya.

Tiba-tiba dia pindah tempat duduk ke sebelahku. mencoba memelukku. Aku menghindar. Dia menarik tangannya. Kemudian dia melihat aku bermain instagram, sambil bertanya tentang siapa ini siapa itu yang menurutku tidak penting baginya. Dia mencoba antusias dengan apa yang sedang kulakukan dengan ponselku. Dan sekali lagi dia berusaha untuk memelukku dan kali ini aku tak bisa menghindar. Dia memeluk pundakku dengan tangan kirinya, dan tangan kanannya mencengkram tangan kiriku dengan kuat. Tiba-tiba wajahnya berada tepat satu jengkal dari pipi kananku. Aku menghindar. Seketika tangan kirinya berpindah mencengkram tangan kananku, lalu tangan kanannya memaksa kepalaku berpaling ke arah kanan, dan wajahnya persis berada di depanku.

Dia ingin menciumku!

Aku berusaha untuk melepaskan diri dan akhirnya duduk di seberangnya. Emosi mulai menguasai hati. Dan sepertinya tingkat nafsu dari dirinya semakin bertambah. Aku pun hanya bisa diam sambil menatapnya dengan emosi sambil berpura-pura menangis dalam diam.
Kemudian dia meminta maaf. Aku hanya diam. Dia meminta maaf kembali beberapa kali. Aku tetap diam. Ia pun akhirnya diam. Hanya menatapku.
Kemudian dia bertanya apakah sebelumnya ada lelaki yang melakukan hal ini padaku. Aku jawab dengan tegas 'Tidak'. Ia bertanya apakah setelah pulang dari sini aku akan memblokir nomornya. Aku terdiam. Aku sudah mulai masa bodoh. Dia bertanya kembali dan berulang kali menanyakannya. Aku tetap diam. Dia pun terdiam. mennyimpulkan sendiri sepertinya.

Tiba-tiba langit yang sendu mulai mengeluarkan air mata. Hujan...

Aku mulai panik dalam hati. Karena terjebak di rumah ini dengannya. Semakin mengulur waktu untuk pulang.

Suasana hening. Lumayan lama. Aku bermain ponsel dan melihat-lihat seadanya. Membuka tutup beberapa sosial media. Hanya sekedar melihat-lihat untuk mengurangi emosi dan jenuh yang mulai datang karena hujan tak kunjung usai.

Dia mulai mencoba mengangkat pembicaraan. Basa basi. mengatakan ketertarikan akan profesi yang ku jalani nanti. Aku pun mulai menjawab lagi dengan nada biasa. tertawa ringan. Dan ia pun merasa bahwa aku sudah mulai bisa di ajak bercanda lagi, Fiyan pun pindah kembali duduk disebelahku.
Aku mulai was-was. Sepertinya akan melakukan hal yang sama. Bisa juga lebih dari yang kubayangkan.
Percakapan mengalir normal. Fiyan mulai menyentuh tangan. Mulai memeluk. Tapi aku menghindar. Berkali-kali ia mencoba. Aku tetap tak mau.

Mulai tak sabar, Fiyan meraih handphoneku lalu dilemparkannya ke kursi.
Ia meraih kedua tanganku dan menempelkannya di dinding. Mencoba memojokkanku. Mencoba untuk melumat bibirku kembali. Kedua kakiku yang terhimpit badannya, berusaha untuk memberi ruang agar badannya tak bersentuhan denganku. Dia semakin mendesak. Akhirnya kutendang daerah vital itu, ia mundur beberapa langkah, melepaskan tanganku dari cengkramannya.

Fiyan meminta maaf untuk kesekian kali nya.

Selama belasan menit terdiam. Hening. Tak ada percakapan.

Tetiba dia berdiri. Mengajakku melawannya. Dia berkata "coba lawan aku, kuat atau tidak?"

Bodohnya aku. Aku terpancing untuk bermain. Masuk dalam jebakan singa.

Dan tau, apa yang dilakukannya? Ia mendorongku ke kamar tanpa pintu itu. Di dorong hingga rebahan di kasur, dengan posisi tanganku masih dicengkram kuat, dan ia duduk diatas pahaku.
Aku meronta. Berusaha melepaskan diri. Tapi cengkraman tangannya semakin kuat.
Aku sadar, tak bisa bergerak. Meronta dan terus meronta. Aku melihat wajahnya, ia senang. Ia tau aku lelah, dan semakin tak ada tenaga. Lemah.
Rontaanku makin melemah, ia segera menindihiku. menempelkan dadanya ke dadaku. Menggesek2kan kemaluannya ke daerah vagina ku. Aku berusaha meronta tapi tak bisa.
Fiyan bilang "Diam, diam! Sebentar saja"

Lama. Belasan menit. Aku hanya diam. Sementara ia masih terus melakukan hal itu, bahkan nafsu nya semakin tak bisa di kontrol. Meracau sendiri. Hingga mungkin merasa mencapai klimaks, tetiba dia bangun, dan bilang mau ke kamar mandi.

What the HELL???!!

Aku bangun. membenarkan pakaianku. Menenangkan diri, Mengatur nafasku yang tak karuan. Duduk diam. Beranjak kembali ke kursi ruang tamu. Diam. Menunggunya.

Lama. Sekitar 20 menit ia baru keluar dari kamar mandi.
Aku pun bertanya dengan sinis,
"Ngapain di kamar mandi? Lama banget."
"Mandi sekalian. Badanku gerah."
"Oh, mandi? Beneran? Apa coli?"
"Hah?! Apa sih!"

Aku diam, jawabannya terlihat dari ekspresi wajahnya.

"Ayo pulang" kataku
"Iya. Hujannya lumayan reda."

Fiyan mengantarku pulang. Sepanjang jalan diam tanpa kata. Dia beberapa kali membuka percakapan seakan-akan tak ada yang terjadi.
Aku tak menjawab.

Dia pamit pulang. Aku hanya senyum. Dia tak berkata apapun. Lalu pergi.

***

Fine