HARI
KEEMPAT
Seperti kemarin, aku
dijemput Indra. Biasa, baru awal pacaran. Bawaannya senyum-senyum terus. Lucu
juga sih. Hehe…
Tak ada kejadian apapun
selama di sekolah. Bahkan, secara mengejutkan, banyak yang bilang aku adalah
pasangan serasi dengan Indra. Aah, leganya. Berarti, aku dan dia memang jodoh.
Benar kata pepatah, jodoh tak akan lari
kemana. J
Siang ini, aku dan Indra
sedang ada di sebuah warung kesukaannya. Aku gak nyangka, dia orangnya
sederhana juga. Aku kira, dia mata kranjang, mata duitan pula. Ternyata
tuduhanku salah semua.
Selesai makan siang, kami
pergi ke tempat yang disukainya. Sebuah taman yang rindang, indah, dan buat
suasana hati lebih tenang. Kami di sana hanya bicara-bicara ringan. Ngobrol gak
jelas, dan akhirnya, jam menunjukkan pukul 19.00.
“Pulang, yuk!” kataku.
“Ok, siap!” Jawabnya
dengan tawa.
Sesampainya di rumah, aku
segera disambut mamaku. Mama khawatir. Ya, maklum lah, namanya juga ortu. Pasti
khawatir kalo anaknya pulang malam. Aku segera membersihkan diri, dan belajar,
serta bersiap untuk tidur. Semoga, malam ini mimpiku nyenyak. Amin…
***
HARI
KELIMA
Dan seperti biasanya, aku
dijemput oleh pacar baruku. Kami berangkat bersama. Kali ini, jalan yang kami
tempuh berbeda. Karena kami berangkat lebih pagi. Dia mengajakku untuk
jalan-jalan sebentar. Menghirup udara
pagi. Begitu katanya.
Dia bawa motornya dengan
kecepatan 60 km/jam. Lumayan cepat juga. Saat di persimpangan, tiba-tiba ada mobil
dengan kecepatan tinggi, dan……
BRAAK!!!
Kami pun tak sadarkan
diri.
***
Aku membuka mata. Dan
melihat sekeliling. Ada teman-teman dan ortuku. Sekilas, aku melihat jam dan
keadaan luar melalui jendela. Sudah pukul 19:35. Berarti, aku tidak sadarkan
diri lama sekali.
Aku merasakan sakit pada
tubuhku, terutama kakiku. Sakit sekali. Tapi, kaki kiriku yang sakit. Aku tidak
merasakan apa-apa pada kaki kananku.
“Ana,” sapa mamaku dengan
muka sayu. Sepertinya, mama habis menangis.
“Ana, kamu harus kuat ya,
sayang. mama dan papa akan selalu berada disampingmu. Akan selalu menjagamu. Jangan
sedih, sayang. mama akan membantumu selama mama masih bisa melakukannya.” Kata
mamaku dengan tangisnya.
“Memang kenapa, ma?”
“Ana,” sapa Lolita.
“Lolita? Sedang apa kau
disini?”
“Ana, kau harus tegar ya.
Tetap semangat. Jalani hidupmu seperti biasa. Tak perlu khawatir akan ejekan
orang lain. Ok? Aku dan yang lain akan membantumu jika kau butuh bantuan.”
“Kalian bicara apa sih?
Aku gak ngerti!” Bentakku.
“Ana,” sapa Dita.
“Apa!” jawabku.
“Aku harus mengatakan ini.
Kaki kananmu… diamputasi.”
“A…apa? Ti..tidak mungkin.
A..aku gak mungkin kehilangan kaki kananku. Kakiku baik-baik saja. Lihatlah!”
Aku benar-benar terkejut!
Tidak mungkin! Kenapa aku harus kehilangan setengah dari kaki kananku? Apa
salahku?
“Apa yang terjadi padaku,
hah! Beritahu kepadaku!” tanyaku.
“Tadi, pagi, saat kau
berangkat, kau dan Indra lewat jalan memutar, dan melalui persimpangan.
Tiba-tiba, ada mobil yang menabrak kalian. Dan kakimu terlindas mobil itu”
“Lalu, bagaimana keadaan Indra?”
tanyaku lagi.
“Ia kritis. Sekarang masih
di ruang ICU.”
Aku tidak percaya dengan
kejadian ini. Apa salahku dan Indra, sehingga kami harus menerimaa nasib
seperti ini? Aku benar-benar merasa bersalah. Aku hanya bisa menangis
tersedu-sedu. Dan aku tak sadarkan diri kembali.
***
HARI
KEENAM
Pukul 3 pagi. Sepi. Tak ada siapapun
diruanganku kecuali aku. Ya. Aku terbangun, dan mendapati diriku dalam keadaan
yang tidak semestinya. Aku telah kehilangan kakiku. Aku hanya bisa menerima
kenyataan.
Bagaimana keadaan indra?
Aku akan kesana untuk melihat keadaannya. Baru saja aku akan bangun. Tiba-tiba,
ortuku masuk dan langsung memelukku.
“kamu sudah bangun,
sayang? Ayo, kamu sudah di tunggu.” Kata mamaku.
Ditunggu siapa? Aku
benar-benar tidak mengerti.
Lho? Kok ada ortu indra?
“Aada apa tante? Bagaimana
keadaan indra?”
“indra mengalami kerusakan
parah pada kedua ginjalnya karena benturan yang sangat keras. Kemungkinan
selamat sangat kecil, karena tidak mungkin mencari donor ginjal bila
tergesa-gesa. Ditambah lagi, indra perlu dua ginjal. Tidak akan ada yang mau
mendonorkan ginjalnya. Itu sama saja membunuh orang itu sendiri. Kenapa harus Indra?
Apa salahnya??” tanya ibu indra dengan menangis.
Mendengar kata-kata ibu indra,
aku pun menangis. Aku tahu apa yang ia rasakan. Kemudian, terdengar suara pintu
dibuka.
“Siapa yang bernama Ana?”
tanya dokter.
“Saya, dok.”
“Masuklah. Selama di ICU,
pasien ini selalu memanggil namamu.”
Aku segera masuk ke ruang
ICU. Aku mendekati tubuh indra, dan menggenggam tangannya,
“Aku sayang kamu, indra.
Sayangku ini, akan selalu bersamamu.”
Ia hanya diam. Aku segera
keluar dari ruangan ICU. Dan bergegas meninggalkan mereka bersama dengan
ortuku.
***
HARI
KETUJUH
Esoknya terlihat beberapa
suster bergegas mengeluarkan indra dari ruang ICU, dan membawanya ke ruang
operasi. Keluarga dan teman-teman indra yang datang menjenguk segera mengikuti
suster-suster itu. Kemudian, mereka menunggu dengan cemas. Ini sudah hampir 5
jam, akhirnya, seorang dokter keluar dari ruang operasi.
“Bagaimana keadaan anak
saya, dok? Apa dia selamat?”
“Anak bapak sudah melewati
masa kritis, selamat ya pak.” Jawab dokter itu.
“terima kasih, dok.” Jawab
ayah indra dengan senyum yang tak bisa dibendung lagi.
“berterima kasihlah pada
Allah, karena Allah telah membawakan donor ginjal bagi anak bapak.”
“Siapa pendonor itu?”
Dokter itu hanya
tersenyum. Tiba-tiba beberapa orang suster keluar sambil mendorong seseorang
yang tertutup kain putih.
“Tunggu, suster!”
Keluarga dan teman-teman indra
menyaksikan ayah indra membuka kain putih yang menutupi sosok yang telah kaku
itu. Mereka terpaku ketika melihat sosok yang mereka kenal. Ana.
***
Dear,
indra …
Mungkin,
saat kamu membaca surat ini, kamu sudah baik-baik saja. Kecelakaan yang kita
alami itu, menurutku adalah saat-saat yang mengharukan. Kamu tahu indra? Aku
kehilangan kaki kananku. Tapi, tak apa. Aku senang. Karena dengan cara ini, aku
bisa melihatmu senyum dan tawamu. Oh iya, dokter mengatakan, kalau nyawamu
tidak bisa diselamatkan, karena kedua ginjalmu rusak. Aku tidak bisa
kehilanganmu. Aku tidak bisa tanpamu. Lebih baik, aku yang pergi dulu, mungkin,
setelah kamu cukup pulih dan bisa berjalan normal, aku tidak akan ada di
sisimu. Aku tidak bisa menemanimu. Kamu yang tegar ya. Jangan sedih karena
kehilangan diriku. Tak ada yang bisa kuberikan padamu. Kau sudah banyak
meluangkan waktumu untukku. Aku hanya bisa membalasnya dengan sepasang ginjalku
yang dapat membuatmu hidup. Untuk seseorang yang sangat kusayangi, aku rela
mengorbankan apapun. Kamu juga perlu tahu, sejujurnya, aku juga sangat
menyukaimu, sejak MOS waktu itu. Saat kita saling berpandangan. Hehe..
Maafkan
aku, ya. Jika aku punya salah sama kamu, jika aku selalu merepotkanmu. Aku akan
selalu menyayangimu, meskipun aku telah disisiNya saat ini…
“Anaa!!!!!!” Teriak indra sambil
menangis. Ia menangis dengan histeris, kesal, dan marah terukir dari wajahnya.
Aku, telah menukarkan hidupku, demi kehidupan orang yang sangat kusayangi, dan
kucintai……
Diadaptasi dari sebuah novel berjudul, "7 Hari Dengannya", karya Yasirli Amri
http://ceritacinta-di.blogspot.com