Buscar

W.E.L.C.O.M.E. !n tH!s s!tE

Welcome in my blog!!!
di sini,, kamu bisa baca apapun yang kamu mau..
selamat membaca, ya!
semoga bermanfaat...
Leave Comment, please.... ^^

7 Hari Bersamanya (Last Part)

HARI KEEMPAT
Seperti kemarin, aku dijemput Indra. Biasa, baru awal pacaran. Bawaannya senyum-senyum terus. Lucu juga sih. Hehe…
Tak ada kejadian apapun selama di sekolah. Bahkan, secara mengejutkan, banyak yang bilang aku adalah pasangan serasi dengan Indra. Aah, leganya. Berarti, aku dan dia memang jodoh. Benar kata pepatah, jodoh tak akan lari kemana. J
Siang ini, aku dan Indra sedang ada di sebuah warung kesukaannya. Aku gak nyangka, dia orangnya sederhana juga. Aku kira, dia mata kranjang, mata duitan pula. Ternyata tuduhanku salah semua.
Selesai makan siang, kami pergi ke tempat yang disukainya. Sebuah taman yang rindang, indah, dan buat suasana hati lebih tenang. Kami di sana hanya bicara-bicara ringan. Ngobrol gak jelas, dan akhirnya, jam menunjukkan pukul 19.00.
“Pulang, yuk!” kataku.
“Ok, siap!” Jawabnya dengan tawa.
Sesampainya di rumah, aku segera disambut mamaku. Mama khawatir. Ya, maklum lah, namanya juga ortu. Pasti khawatir kalo anaknya pulang malam. Aku segera membersihkan diri, dan belajar, serta bersiap untuk tidur. Semoga, malam ini mimpiku nyenyak. Amin…
***
HARI KELIMA
Dan seperti biasanya, aku dijemput oleh pacar baruku. Kami berangkat bersama. Kali ini, jalan yang kami tempuh berbeda. Karena kami berangkat lebih pagi. Dia mengajakku untuk jalan-jalan sebentar. Menghirup udara pagi. Begitu katanya.
Dia bawa motornya dengan kecepatan 60 km/jam. Lumayan cepat juga. Saat di persimpangan, tiba-tiba ada mobil dengan kecepatan tinggi, dan……
BRAAK!!!
Kami pun tak sadarkan diri.
***
Aku membuka mata. Dan melihat sekeliling. Ada teman-teman dan ortuku. Sekilas, aku melihat jam dan keadaan luar melalui jendela. Sudah pukul 19:35. Berarti, aku tidak sadarkan diri lama sekali.
Aku merasakan sakit pada tubuhku, terutama kakiku. Sakit sekali. Tapi, kaki kiriku yang sakit. Aku tidak merasakan apa-apa pada kaki kananku.
“Ana,” sapa mamaku dengan muka sayu. Sepertinya, mama habis menangis.
“Ana, kamu harus kuat ya, sayang. mama dan papa akan selalu berada disampingmu. Akan selalu menjagamu. Jangan sedih, sayang. mama akan membantumu selama mama masih bisa melakukannya.” Kata mamaku dengan tangisnya.
“Memang kenapa, ma?”
“Ana,” sapa Lolita.
“Lolita? Sedang apa kau disini?”
“Ana, kau harus tegar ya. Tetap semangat. Jalani hidupmu seperti biasa. Tak perlu khawatir akan ejekan orang lain. Ok? Aku dan yang lain akan membantumu jika kau butuh bantuan.”
“Kalian bicara apa sih? Aku gak ngerti!” Bentakku.
“Ana,” sapa Dita.
“Apa!” jawabku.
“Aku harus mengatakan ini. Kaki kananmu… diamputasi.”
“A…apa? Ti..tidak mungkin. A..aku gak mungkin kehilangan kaki kananku. Kakiku baik-baik saja. Lihatlah!”
Aku benar-benar terkejut! Tidak mungkin! Kenapa aku harus kehilangan setengah dari kaki kananku? Apa salahku?
“Apa yang terjadi padaku, hah! Beritahu kepadaku!” tanyaku.
“Tadi, pagi, saat kau berangkat, kau dan Indra lewat jalan memutar, dan melalui persimpangan. Tiba-tiba, ada mobil yang menabrak kalian. Dan kakimu terlindas mobil itu”
“Lalu, bagaimana keadaan Indra?” tanyaku lagi.
“Ia kritis. Sekarang masih di ruang ICU.”
Aku tidak percaya dengan kejadian ini. Apa salahku dan Indra, sehingga kami harus menerimaa nasib seperti ini? Aku benar-benar merasa bersalah. Aku hanya bisa menangis tersedu-sedu. Dan aku tak sadarkan diri kembali.
***
HARI KEENAM
 Pukul 3 pagi. Sepi. Tak ada siapapun diruanganku kecuali aku. Ya. Aku terbangun, dan mendapati diriku dalam keadaan yang tidak semestinya. Aku telah kehilangan kakiku. Aku hanya bisa menerima kenyataan.
Bagaimana keadaan indra? Aku akan kesana untuk melihat keadaannya. Baru saja aku akan bangun. Tiba-tiba, ortuku masuk dan langsung memelukku.
“kamu sudah bangun, sayang? Ayo, kamu sudah di tunggu.” Kata mamaku.
Ditunggu siapa? Aku benar-benar tidak mengerti.
Lho? Kok ada ortu indra?
“Aada apa tante? Bagaimana keadaan indra?”
“indra mengalami kerusakan parah pada kedua ginjalnya karena benturan yang sangat keras. Kemungkinan selamat sangat kecil, karena tidak mungkin mencari donor ginjal bila tergesa-gesa. Ditambah lagi, indra perlu dua ginjal. Tidak akan ada yang mau mendonorkan ginjalnya. Itu sama saja membunuh orang itu sendiri. Kenapa harus Indra? Apa salahnya??” tanya ibu indra dengan menangis.
Mendengar kata-kata ibu indra, aku pun menangis. Aku tahu apa yang ia rasakan. Kemudian, terdengar suara pintu dibuka.
“Siapa yang bernama Ana?” tanya dokter.
“Saya, dok.”
“Masuklah. Selama di ICU, pasien ini selalu memanggil namamu.”
Aku segera masuk ke ruang ICU. Aku mendekati tubuh indra, dan menggenggam tangannya,
“Aku sayang kamu, indra. Sayangku ini, akan selalu bersamamu.”
Ia hanya diam. Aku segera keluar dari ruangan ICU. Dan bergegas meninggalkan mereka bersama dengan ortuku.
***
            HARI KETUJUH
Esoknya terlihat beberapa suster bergegas mengeluarkan indra dari ruang ICU, dan membawanya ke ruang operasi. Keluarga dan teman-teman indra yang datang menjenguk segera mengikuti suster-suster itu. Kemudian, mereka menunggu dengan cemas. Ini sudah hampir 5 jam, akhirnya, seorang dokter keluar dari ruang operasi.
“Bagaimana keadaan anak saya, dok? Apa dia selamat?”
“Anak bapak sudah melewati masa kritis, selamat ya pak.” Jawab dokter itu.
“terima kasih, dok.” Jawab ayah indra dengan senyum yang tak bisa dibendung lagi.
“berterima kasihlah pada Allah, karena Allah telah membawakan donor ginjal bagi anak bapak.”
“Siapa pendonor itu?”
Dokter itu hanya tersenyum. Tiba-tiba beberapa orang suster keluar sambil mendorong seseorang yang tertutup kain putih.
“Tunggu, suster!”
Keluarga dan teman-teman indra menyaksikan ayah indra membuka kain putih yang menutupi sosok yang telah kaku itu. Mereka terpaku ketika melihat sosok yang mereka kenal. Ana.
***

Dear, indra …
Mungkin, saat kamu membaca surat ini, kamu sudah baik-baik saja. Kecelakaan yang kita alami itu, menurutku adalah saat-saat yang mengharukan. Kamu tahu indra? Aku kehilangan kaki kananku. Tapi, tak apa. Aku senang. Karena dengan cara ini, aku bisa melihatmu senyum dan tawamu. Oh iya, dokter mengatakan, kalau nyawamu tidak bisa diselamatkan, karena kedua ginjalmu rusak. Aku tidak bisa kehilanganmu. Aku tidak bisa tanpamu. Lebih baik, aku yang pergi dulu, mungkin, setelah kamu cukup pulih dan bisa berjalan normal, aku tidak akan ada di sisimu. Aku tidak bisa menemanimu. Kamu yang tegar ya. Jangan sedih karena kehilangan diriku. Tak ada yang bisa kuberikan padamu. Kau sudah banyak meluangkan waktumu untukku. Aku hanya bisa membalasnya dengan sepasang ginjalku yang dapat membuatmu hidup. Untuk seseorang yang sangat kusayangi, aku rela mengorbankan apapun. Kamu juga perlu tahu, sejujurnya, aku juga sangat menyukaimu, sejak MOS waktu itu. Saat kita saling berpandangan. Hehe..
Maafkan aku, ya. Jika aku punya salah sama kamu, jika aku selalu merepotkanmu. Aku akan selalu menyayangimu, meskipun aku telah disisiNya saat ini…

“Anaa!!!!!!” Teriak indra sambil menangis. Ia menangis dengan histeris, kesal, dan marah terukir dari wajahnya. Aku, telah menukarkan hidupku, demi kehidupan orang yang sangat kusayangi, dan kucintai……


Diadaptasi dari sebuah novel berjudul, "7 Hari Dengannya", karya Yasirli Amri 
http://ceritacinta-di.blogspot.com