Hai
semuanya. Aku kembali dengan cerpen baru. Tetap kisah cinta sang mahasiswi. Tapi
berbeda tokoh. Sedikit cerita asli, dan banyak modifikasi. Selamat membaca :D
***
Perkenalkan,
namaku Ayu. Aku menetap di kota M untuk menuntut ilmu di salah satu universitas
terkenal kota tersebut. Dan saat ini, aku memasuki tingkat dua. Aku memiliki
kisah cinta yang menurutku seperti sinetron di televisi. Berlebihan. Seperti sudah
terskenario. Dan aku mulai malas untuk berkomitmen lagi dalam hal percintaan.
Aku
bosan. Handphone yang sepi akan sms. Dan aku mulai melirik salah satu sosial
media. Aku tertarik. Sepertinya menyenangkan untuk sekedar iseng. Dan setelah
beberapa hari, aku menemukan seseorang. Parasnya boleh juga. Baik hati pula. Dia
bernama Agfa.
***
Kami
pun mulai saling berbalas pesan lewat bbm, whatsapp, dan sms-an. Aku masih
berpikir bahwa ini salah satu cara membangkitkan mood-ku yang gampang berubah. Aku
bahkan tidak berniat untuk bertemu dengannya. Sampai suatu ketika, entah apa
yang merasukiku, aku mulai tertarik padanya. Dia yang mulai sering menghubungiku
melalui telpon dan sms, khawatir denganku ketika aku sakit, dan sering bercanda,
semua yang dia lakukan membuatku tersentuh. Tidak pernah aku mendapatkan
perhatian seperti ini dari mantan pacarku. Bahkan dari orang tuaku. Dia seperti
sosok kakak lelaki yang memberi penjagaan sepenuhnya untuk adiknya. Dan di saat
inilah, aku mulai membuka hati kembali.
Kami
pun berjanji untuk bertemu. Ini adalah pertemuan pertama kami, dan aku
berharap, ini tidak kacau dan tidak memalukan. Dia pun datang menjemputku sesuai
jam yang di janjikan. Kami pun segera meluncur ke sebuah tempat yang nyaman
untuk ngobrol dan bersantai menikmati secangkir kopi kesukaan kami. Ya. kami
memiliki selera yang sama, yaitu kopi. Kami berbincang santai membahas hal hal
yang sepele hingga berjam jam. Dan tak terasa malam semakin larut. Dia pun
mengantarku pulang.
Aku
tak bisa tidur karena memikirkannya. Dan baru kali ini aku seperti merasakan
jatuh cinta pada pandangan pertama. Entah apa yang membuatku seperti ini. Tetapi,
ini kenyataan hati yang tak data dipungkiri.
***
Hari
ini adalah hari minggu. Hari bersantai seluruh umat manusia. Dan yang aku
lakukan adalah browsing. Dan aku mulai bosan hingga akhirnya melamun. Tiba tiba
dalam lamunanku bayang wajah Agfa muncul. Senyumnya, tawanya, cara bicaranya,
tingkah lakunya, membuatku ingin bertemu dengannya lagi. Baru kali ini aku
merindukan seseorang. Tapi, aku mulai berpikir, apakah dia masih ingin bertemu
denganku lagi? apa dia masih ingin menghubungiku lagi? Aku mulai khawatir. Aku
takut dia tidak menyukaiku. Aku takut dia menjauhiku. Aku takut semua tidak
sesuai harapanku. Aku benar-benar ingin dia menjadi kekasihku. Aku mulai
membuat status di sosial media yang intinya aku menyukainya. Tapi dia tidak ada
respon. Aku mulai menduga, apa dia hanya menganggapku seorang teman? Tidak lebih?
Tuhan, aku ingin dia tahu, bahwa aku mencintainya.
***
Di
hari hari berikutnya, dia tetap bersikap biasa saja. Tak ada yang berubah. Aku
pun mulai putus asa. Sepertinya dia hanya menganggapku teman sesaat. Dari pagi
sampai malam ini, dia tidak menghubungiku sama sekali. Aku khawatir. Ketika itu
pula, handphoneku bergetar. Dia mengajakku untuk bertemu dengannya saat itu
juga. Aku sangat senang membaca pesannya. Hingga aku membatalkan janjiku untuk
pergi dengan teman-temanku.
Setengah
jam kemudian, dia datang. Dan kami pun pergi ke suatu tempat. Sebuah rumah
sederhana, yang ternyata itu adalah rumahnya. Aku mulai salah tingkah. Dia segera
mengajakku masuk, dan kita pun berbincang di ruang tamu. Hampir satu jam kita
mengoobrol. Tak ada yang spesial. Tiba tiba, dia mengatakan ingin membuat
minuman untukku. Beberapa saat kemudian, dia datang dan membawa secangkir kopi,
dan dia duduk disebelahku. Aku bertanya tanya, apa yang akan dilakukannya.
“Kenapa
hanya satu cangkir? Kamu tidak minum?” tanyaku
“Oh,
aku sudah minum sebelum menjemputmu.”
“Oh..
oke. Kenapa tiba-tiba duduk disebelahku?”
“Tak
apa. Ingin saja. Tidak boleh?”
“Boleh
kok.”
Aku
mulai tidak bisa bersikap biasa. Mulai salah tingkah. Dan dia tahu itu.
“Kamu
kenapa? Jadi salting gitu?”
“Ha?
Engga kok. Biasa aja.”
“Yakin?”
Tanya Agfa sambil tersenyum penuh arti
“Yakin
laah…”
“Aku
mau mengatakan sesuatu. Boleh kan?”
“Katakan
saja. buat apa minta ijin?”
“Ayu,”
“Ya?”
“Maukah
kamu jadi pacarku?”
Aku
pun terdiam. Dalam hatiku mengatakan ‘iya’. Tapi, otakku masih berpikir,
mengapa dia menyukaiku. Apa tidak salah pilih?
“Ayu…”
“Ha?
Iya mas. Kenapa?”
“Kamu
mau jadi pacarku? Kalau kamu mau terima aku, minumlah kopi yang ada dicangkir
itu. Jika tidak mau menerimaku, tuang kopi itu di asbak. Putuskan sekarang. Aku
tidak ingin ada kata menunggu.”
“……”
“Kenapa
diam? Ayu… Aku serius.”
Aku
segera mengambil cangkir itu. Aku terdiam sejenak. Dan Aku pun meminumnya. Dia melepaskan
cangkir dari tanganku dan memelukku erat.
“Terima
kasih. Sekarang kamu benar-benar jadi kekasihku.”
“Aku
juga bahagia bersamamu. Tapi, kenapa harus kopi?”
“Oh,
kopi itu kesukaan kita bukan? Selain itu, cita rasa kopi yang manis dan pahit
menunjukkan bahwa hubungan ini juga akan berlaku sama seperti rasa kopi itu. Tetap
ada rasa dan komitmen dalam hubungan kita. Jujur dan saling percaya. Kenikmatan
dan harum yang dihasilkan kopi tersebut, akan selalu kita rasakan saat kita
bersama. Kamu mengerti kan?”
“Iya,
aku mengerti.”
To be continued… maybe.