Hi…
My name is Anabell. I’m 21 years old. In this story, I want to tell you about
who I am.
Kenalkan. Namaku Anabell. Aku adalah tokoh
utama dalam cerita ini. Tak ada orang lain. Just
me.
Aku berasal dari keluarga
yang sangat menyayangiku. Why? Karena aku adalah putri satu-satunya. Kami
dari keluarga berada atau menengah ke atas. My
mom, bekerja sebagai pemilik sebuah butik (lumayan besar) di kota J. And my dad, memiliki sebuah pabrik
tekstil yang cukup terkenal di kota S. Kedua orang tuaku selalu memperhatikan
ku sejak kecil. Tak pernah aku di ajarkan hal yang negatif atau hal-hal yang
dapat mempengaruhi pikiranku. Lingkunganku pun adalah sebuah lingkungan yang
menyenangkan. Terletak di tengah kota, dengan tetangga yang ramah, sopan,
santun, baik, dan tak ada tetangga yang suka menggunjing orang lain.
Pendidikan yang aku tempuh, juga tidak
sembarangan. Sejak di Taman Kanak-Kanak, sampai aku kuliah saat ini, semua
tempat belajar itu selalu yang terbaik. Sekolah dan universitas yang selalu di
unggulkan. And now, aku kuliah di jurusan paling bergengsi. Yup.
Dokter. Aku kuliah di salah satu universitas terkenal di Indonesia, di Fakultas
Kedokteran. Kedokteran umum. Untuk masuk universitas ini aku diliputi berbagai
keberuntungan. Mengapa aku bilang “keberuntungan”? Karena aku adalah orang yang
memiliki kecerdasan rata-rata. Tidak bisa di bilang sangat pintar, dan tidak
bisa di bilang bodoh. Aku masuk melalui jalur tes tulis, yang notabene nya
tidaklah mudah menurut orang lain. Dan absolutely,
orang-orang di sekitarku menganggapku adalah orang yang pintar dan beruntung.
Sudah cantik, badan proporsional, rambut indah hitam panjang, putri dari
keluarga kaya, dan seorang anak tunggal yang akan mewarisi butik dan pabrik, belum
pernah pacaran, memiliki sifat yang baik, ramah, sopan dan santun, suka
menolong, pokoknya tidak ada cacat dalam hidup.
Dalam semua kesempurnaan hidupku, terdapat
keburukan dalam sifat dan sikapku, yang tak pernah terungkap atau ku
perlihatkan pada orang lain termasuk orang tuaku. Karena, jika itu terbongkar,
bagaikan suatu kertas putih, yang ternodai setitik tinta hitam dan akan
menyebar serta meninggalkan noda pada kertas putih tersebut.
Ini bermula, ketika aku
menduduki kelas lima di sekolah dasar. Rasa iri muncul saat itu. Ketika banyak
atau sebagian besar dari teman teman ku sudah memiliki pacar, bahkan ada yang
sudah di setujui orang tuanya, aku masih diam di pikiranku. Tak berkutik.
Tetapi pada jalan lurus. Tak peduli apapun indah atau nyamannya memiliki
seorang pacar. Aku fokus pada pelajaranku yang ku anggap sulit. Rasa iri ini
berkembang semakin besar sampai saat aku duduk di kelas enam. Ada beberapa
teman lelaki yg mengelu-elu kan ku berpasangan dengan seseorang (sebelumnya,
aku tidak pernah dekat atau pun berbicara banyak pada teman-teman lelaki,
karena menurutku tak pantas) dan disaat inilah, aku mulai merasa aku menyukai
seseorang. Aku tau, dia, Y, tak menyukaiku. Dia menyukai orang lain. But, aku berusaha untuk mendapatkannya.
Ada juga yang aku suka, namanya R. Berbeda dengan Y, si R ini lebih badung, lebih playboy, lebih
perhatian pada perempuan. Tapi, dua orang itu hanya khayalan semata. Sampai
saat ini tidak kudapatkan, meskipun si Y ini, berada di tempat yang sama dengan
ku ketika sekolah sampai kuliah.
Berlanjut pada kehidupan
Sekolah Menengah Pertama (SMP). Aku memiliki tiga orang sahabat, yang di setiap
saat dan di mana pun, kami selalu berempat. Mau ke kantin, ke kelas, mushola,
kerja kelompok, jalan-jalan, dan sebagainya. Di sini, aku dan tiga sahabat ku,
mulai merambah dunia percintaan. Mulai mengenal cinta, mulai memiliki rasa
ingin tahu siapa lelaki itu, siapa dia, di mana rumahnya, pintar atau tidak,
dan berbagai keingintahuan yang lain. Dan untukku, berujung pada khayalan lagi.
Oke tidak masalah. Masih
terlalu dini untuk pacaran, pikirku.
Masuklah aku pada
kehidupan yang kata orang adalah penemuan jati diri, penentuan masa depan, dan
masa masa paling bahagia. Ya, SMA, atau Sekolah Menengah Atas. Aku bertemu
banyak orang baru. Berkenalan dengan lelaki-lelaki dari berbagai sekolah dan
empat yang berbeda. Dan aku menyukai seseorang. Namanya adalah F. Dari kelas
satu SMA (tidak sekelas), sampai kelas tiga SMA, aku menyukainya. Suatu saat,
dia tau dari sahabat baru ku, bahwa aku menyukainya. Dan tau apa yang dia
lakukan? Dia menjauhiku. Setelah dia merespon seperti itu, aku mulai
menjauhinya dan tidak mencari perhatian di depannya lagi. dia pun akhirnya
bersikap biasa. Untuk melupakannya, aku mencari pelampiasan. Aku mulai
berkenalan dengan orang orang yang tidak aku kenal melalui jejaring sosial,
Facebook. Aku menemukan seseorang, dari Malaysia. Kami pun bertemu. Hanya
sebatas itu saja. Setelah itu, banyak yang aku temukan, dan ada yang menyita
perhatianku. Namanya B. Kami pun sering berbalas pesan lewat sms. Dan aku menyukainya.
Akhirnya, aku memberanikan diri untuk bertemu dengannya. Kami berpacaran. Tak
lama. Hanya sebulan, lalu putus. Kenapa? Karena menurut orang tuaku, latar
belakangnya tak mendukung. Aku pun memutuskan untuk berhenti mencari. Lelah. Aku
mulai bertanya-tanya pada diri sendiri, salah apakah aku, apa kekuranganku,
kesempurnaan ada pada diriku. Mengapa aku sulit hanya untuk mencari bahkan
mendapatkan sebuah cinta tulus.
Hati yang kosong ini,
tidak bisa tertutupi oleh kasih sayang orang-orang disekitarku. Aku memutuskan
untuk mencari kepuasan lain.
Sejak SMA, aku mengerti,
kehidupan yang terlalu bebas dapat menjerumuskan ku kepada free sex. Aku mulai mencari apa itu seks, cara melakukannya,
akibatnya, dan segala hal tentangnya. Bahkan aku mencari gambar gambar untuk
mendapatkan rasa yang tak bisa aku gambarkan. Dan ketika aku awal awal kuliah,
aku semakin merasa tidak puas. Aku mulai membuka beberapa film yang menurut
orang lain tak pantas untuk di lihat. Apa yang orang lain larang, aku lakukan.
Tapi, aku tak pernah melakukannya dengan lawan jenis. Kenapa? Takut berdosa,
takut semua kelakuanku akan mengahncurkan kesempurnaanku.
Hingga suatu saat, aku memutuskan untuk
berani. Aku mulai mencari lelaki yang bisa di ajak bertemu, dan berpacaran
denganku. Aku mendapatkannya. Namanya D. ia berasal dari keluarga berada. Sama
sepertiku. Aku menyukainya, mencintainya. Suatu ketika, setelah pertemuan
kesekian, ia mulai berani mendekapku. Aku membiarkannya. Ia pun mulai mencium
tengkuk, dahi, pipi dan akhirnya bibir kami berpagutan. Semakin lama, setiap
kami bertemu kami selalu melakukannya. Dan bahkan semakin menuju ke alur seks.
Sampai akhirnya kami melakukannya di sebuah hotel. Di saat inilah, aku mulai
terjun ke dunia free sex. Semakin
hari, semakin menjadi jadi. entah sudah berapa kali aku melakukan dengan D.
Tapi, semakin hari pula semakin aku dapat menahan nafsu ku. Aku dapat
mengontrolnya dengan baik. Aku selalu merasa ketika aku melakukannya, aku
mendapatkan yang aku mau. Kasih sayang yang tidak aku dapatkan dari orang
tuaku.
Dan sampai saat ini, aku masih
melakukannya. Tak ada yang tau termasuk orang tuaku dan orang tua pacarku.
Karena rahasia ini terjaga rapi olehku dan kekasihku. Kami berdua bersembunyi
di balik kesempurnaan yang kami buat. Kami selalu berdoa, agar tak ada yang
mengetahui ini. Semua akan sia-sia jika ini ketahuan.
Mengapa? Karena perbuatan ini adalah tinta
hitam, yang merusak dan menodai kertas putih milik kami berdua.