Ini adalah salah satu
kejadian yang terjadi pada Ayu dan Agfa setelah cerpen sebelumnya (love and coffee, red.), atau bisa dikatakan lanjutan dari cerpen sebelumnya. Ini hanya
lamunanku di saat aku sedang frustasi di tengah-tengah belajarku. Selamat membaca! :)
Sudah beberapa hari ini
dia tak menghubungiku sama sekali. Aku mencoba mengiriminya pesan. Tapi dia
hanya membalas dengan emoticon senyum lebar. Dan tidak ada balasan lagi setelah
itu. Tiba-tiba, aku membayangkannya sedang berada di rumah sakit. Terbaring lemah,
tak berdaya. Ketika bayanganku tentangnya belum pudar, ada telpon yang
membuyarkan lamunanku. Nomor tak dikenal. Lalu aku mengangkat telpon itu. Mungkin
penting.
“Apa benar, ini
nomornya Ayu?”
“Iya mas. Benar.”
“Ayu pacarnya Agfa
bukan?”
“Iya mas. Ini siapa ya?
Kok tanya-tanya gitu?”
“Ini Edy. Teman satu
kontrakan Agfa. Bisa ke Rumah Sakit Araya sekarang?”
“Lho? Ada apa mas? Kok
ke rumah sakit?”
“Sudah. Datang ke sini
dulu. Aku tunggu di pintu masuk. Masih ingat wajahku kan?”
“Oh.. iya iya. Aku ke
sana sekarang.”
“Secepatnya ya!”
Dan telpon itu pun
berakhir dengan penuh tanda tanya di otakku. Pasti ada hubungannya dengan Mas
Agfa. Kecelakaan? Entahlah. Yang jelas aku harus bergegas ke sana.
Sesampainya di sana…
“Ayu, kan?”
“Iya. Ada apa sih mas? Mas
Agfa kenapa? Kecelakan kah?”
“Kamu jangan shock dulu
ya. Jadi gini. Seminggu yang lalu, Agfa kecelakaan motor. Dan patah tulang tangan,
lengan bawah. Sekarang masih belum sembuh.”
“Terus? Aku gak dapat
kabar sama sekali! Dan pantas, dia hanya membalas pesanku dengan senyum atau hanya
bilang iya. Kenapa gini?!”
“Dia sebenarnya gak mau
kamu tau kejadian ini. Dia tuh gak mau buat kamu jadi khawatir. Tapi, aku
beritahu hal ini ke kamu. Aku kasian kalau kamu gak tau apa-apa.”
“Parah gak? Tangan
sebelah mana?”
“Lumayan. Sebelah
kanan. Ayo, ke kamarnya sekarang!”
Aku pun berjalan dengan
rasa khawatir luar biasa. Ketika akan masuk, aku melihat banyak beberapa pasang
alas kaki. Sepertinya dia di kunjungi banyak kerabatnya.
Mas Agfa sedang di
kelilingi kerabat dan beberapa temannya, serta mantannya. Dan Ketika aku masuk
ke dalam, semua menengok, dan mas Agfa kaget. Aku hanya berdiam diri di depan
pintu.
“Masuk aja mbak.” Kata salah
seorang yang tidak aku kenal.
Aku pun masuk, dan mas
Agfa memanggilku dengan isyarat tangannya. Aku pun mendekat.
“Siapa yang menyuruhmu
datang ke sini?”
“Itu.. Mas Edy.”
Mas Agfa pun
mengepalkan tangannya dan ditujukan ke Mas Edy.
“Hhh.. Sudahlah. Duduk sini.”
Aku pun duduk, dan
diam. Melihat keadaan Mas Agfa yang terbaring lemah, tak berdaya dengan
tangannya yang patah tulang itu.
“Agfa, dia siapa?”
tanya salah seorang dari mereka.
“Pacarku.”
“Oh.. gitu. Ceritanya
di rahasiakan dari kita semua kalau sudah punya pacar nih? Sudah sejak kapan?”
“Bukan di rahasiakan.
Masa’ harus di beritahu ke semua orang kalau aku sudah punya pacar? Sudah lama
kok.”
“Berarti habis ini ada
yang traktiran dong.”
“Ngawur. Sudah-sudah. Kasian
dia baru datang sudah di interogasi.”
“Hahaha.. Oke oke. Kita
pulang dulu. Lain kali kita ke sini.”
“Sip.”
Teman-teman mas Agfa dan
mantannya pun pulang, kecuali mas Edy, dan dua cowok yang tidak ku kenal.
“Kalian di sini saja.
Tidak apa-apa.” Kata mas Agfa pada ketiga temannya itu.
“Okelah. Kita tidur di
sini kalau gitu.”
“Iya. Anggap rumah
sendiri. Hahaha…”
Aku hanya terdiam. Tidak
bisa berkata-kata. Dan air mata pun menetes.
“Lho? Kok nangis?”
“Lha mas Agfa jahat.
Sepertinya cuma aku yang tidak tau kejadian ini.”
“Iya. Maaf ya.. Soalnya
kamu masih ujian. Aku takut ganggu ujian kamu waktu itu. Jadi aku gak beritau
hal ini.”
Aku pun diam kembali
dan menangis. Mas Agfa hanya mengusap-usap kepalaku dan menyeka air mataku. Dengan
wajahnya yang pucat itu, ia pun menyungging senyum. Teman-temannya melihat, dan
tersenyum pula.
“Sudah mbak. Gak perlu
nangis. Dia itu gak parah patah tulangnya. Sok-sok an aja itu mbak.”
“Heh, kalian itu! Ada
orang lagi so sweet malah ngeledek. Ini sakit serius tau!”
“Hahaha.. iya iya.
Maaf. Habisnya, kalian berdua romantis-romantisan gitu.” Mereka pun tertawa
terbahak-bahak. Dan aku pun sedikit terhibur.
“Tanganmu masih gak
bisa gerak sama sekali mas?”
“Iya. Hehe..”
“Sakit kah?”
“Engga. Cuman sedikit
nyeri. Tapi gak sakit. Tenang aja. Sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Gak
usah nangis. Berlebihan kamu itu.”
“Syukurlah.. iya..
maaf. Kan aku khawatir.”
“Iya iya. Aku tau kok.”
Pintu terbuka, dan ada perawat
yang membawakan makanan. Aku segera menerimanya. Dan menyerahkannya pada mas
Agfa.
“Suapin lah. Tanganku
masih di gips gini. Mau kan?”
Aku pun hanya tersenyum
dan menyuapkan makanan itu ke mulutnya.
“Haduh mbak. Itu modus
tuh. Biasanya juga makan sendiri bisa kok.”
“Gak apa-apa mas.
Sekali waktu aja. Lagi pula aku ini juga jadwalnya longgar. Jadi gak keburu
sama waktu.”
“Hush. Kalian itu.
Biarin aja. Toh dia pacarku. Kenapa kalian yang repot?”
“Iya deh, iya.”
***
Hari demi hari pun
berlalu. Hingga akhirnya Mas Agfa bisa keluar dari rumah sakit. Aku pun datang
untuk membantunya beres-beres. Ketika aku masuk, ternyata ada orang tuanya dan
ketiga temannya itu. Aku pun canggung. Lalu setelah salim dengan orang tua Mas Agfa, aku pun segera menunggu di luar.
Tapi mas Agfa memanggilku. Aku segera masuk ke dalam lagi dan mendekati mas
Agfa. Dia menyuruhku membereskan barang-barang seperti pakaian, dompet dan
handphone miliknya. Aku pun segera melakukannya.
“Siapa dia” Tanya orang
tua mas Agfa.
“Pacarku, bu.”
Aku pun kaget. Kenapa?
Karena kedua orang tua kita yang tidak mengijinkan kita pacaran sampai masa
studi selesai. Dan kesepakatannya adalah kita backstreet. Orang tua mas Agfa
pun kaget dan menanyakan kebenarannya padaku. Dan aku hanya menjawab iya. Orang
tua mas Agfa pun diam. Tak berkata satu patah kata pun.
Selesai beres-beres,
mas Agfa bilang kepadaku bahwa ia akan pulang ke rumahnya. Aku mengiyakan. Lalu,
dia mencium keningku, di depan orang tuanya. Ia pun memelukku erat. Entah apa
yang dilakukannya. Aku bingung harus berbuat apa. Setelah itu, dia hanya
tersenyum. Dan meninggalkanku bersama ketiga temannya.
“Mbak, orang tuanya
Agfa gak tau kalau kalian pacaran?”
“Engga, mas. Kita ini
lagi backstreet. Aku juga kaget tadi waktu dia mengakui hubungan ini di depan
orang tuanya. Hhh.. Entahlah. Aku tak ingin memikirkannya.”
“Ya sudah mbak. Kita
pulang dulu.”
“Oh, iya mas.”
Sesampainya di rumah,
aku pun bingung apa yang terjadi di rumah sakit tadi. Tapi, semoga tidak ada
kejadian apapun, dan tidak berakibat fatal pada hubungan ku dan mas Agfa.
***
To
be continued…