Ini, adalah sebuah cerita,
di mana aku ditempatkan pada suatu masalah yang sangat tidak menyenangkan.
Suatu masalah yang hanya memiliki dua pilihan, yaitu hidup atau mati. Aku tidak
tahu harus berbuat apa. Baiklah, kisah ini, akan ku mulai, 7 hari yang lalu.
***
HARI
PERTAMA
Pagi yang indah. Ya,
benar. Pagi yang cerah juga untuk segera bangun dan menghirup udara segar. Hari
ini adalah hari Rabu. Hari yang kutunggu-tunggu. Hari di mana ada pelajaran
yang sangat aku sukai. Vocal.
Oh ya, kenalkan. Namaku Ana. Lengkapnya Clarissa
Ana. Umurku 17 tahun. Aku sekolah di Gatvia Art. Sebuah sekolah seni yang
sangat terkenal. Dan aku sudah tingkat 2. Hebat bukan?
Aku segera bersiap-siap untuk berangkat.
Mandi, sudah. Pakaian rapi, sudah. Buku pelajaran, juga sudah. Tinggal
berangkat ke sekolah!!
Seperti biasa, begitu
sampai di sekolah, aku sudah di tunggu oleh sahabat-sahabat baikku. Dita dan Erna.
“Hei! Ayo, cepat parkir.
Ada yang mau kita bicarakan!”
“Bicara apa?”
“Jangan banyak omong!
Cepetan!!!”
“Iya, iya, . . sabar. . .”
Aku segera memarkirkan
motorku, dan bergerak cepat menyusul sahabatku.
“Mau bicara apa sih?
Penting?”
“Penting banget. Tadi,
waktu aku masuk kelas, aku nguping
pembicaraan Lolita sama temannya. Lolita bilang, dia udah putus sama Indra.
Trus, dia butuh seseorang yang netral. Dan, kamu tahu? Lolita mau balas dendam,
soalnya jefri cuma mainin dia. Kasian banget ya. . . . Bagus kan, beritanya?”
“Apanya yang bagus? Biasa
aja tuh.”
Aduuhhh…
gak penting banget sih. Berita gitu aja di beri tahu ke aku.
Oh ya, Lolita itu cewek
yang paling cantik, dan dia juga model sampul majalah terkenal. Jadi, aku gak
heran. Banyak cowok yang suka sama dia, meskipun cuma di mainin aja.
***
Bel pulang berbunyi.
Hoamhm.. Aku capek. Ingin segera pulang dan tidur siang. Tunggu, ada apa nih.
Banyak cewek yang kumpul di kelasku.
Oh. . . . Lolita cari sensasi lagi..
“Perhatian buat semua
cewek-cewek yang ada di sini. Aku ingin memilih satu dari kalian yang bisa
bantu aku buat balas dendam ke cowok sok keren itu! Bagi yang berminat,
silahkan antre di sebelah sini. Ayo, ayo! Kesempatan terbatas. Ini adalah saat
yang menguntungkan bagi kalian buat nampar cowok-cowok keren, terutama si Indra
itu!”
Wuuiihh.. banyak banget
yang antre. Jadi ini yang di maksud Dita dan Erna? Ikutan gak ya?
“Ikut aja deh. Mumpung ada
kesempatan. Jarang lho kesempatan kayak gini ada. Gimana?” Kata Erna
membuyarkan lamunanku.
“Mau sih. Tapi…”
“Gengsi? Buang jauh-jauh
gengsimu. Demi kesempatan emas!” Sahut Dita.
“Ok, deh. Aku coba ikutan.
Aku antre dulu.”
Mau tahu, kenapa Dita
bilang ini kesempatan emas? Soalnya, Aku dulu pernah di ejek habis-habisan sama
Indra dan teman-temannya. Mereka ngatain aku dan sahabatku, yang kampunganlah,
yang jeleklah, masih banyak lagi pokoknya. Aku gak akan lupa sama kejadian-kejadian
itu. Ini saatnya aku balas dendam.
Dan akhirnya,
keberuntungan berpihak padaku. Aku terpilih! Kok bisa? Gak tahu ah. Yang jelas
aku terpilih. Aku segera memberikan nomor handphoneku pada Lolita. Dia bakal
jelasin rencana balas dendamnya lewat sms.
Tiba-tiba, aku langsung
diajak masuk ke mobilnya. Motorku gimana? Lolita bilang, dia suruh sopirnya
bawa motorku ke rumah, sekalian izin pulang agak malam. Kami segera meluncur ke
salon. Aku segera di permak habis-habisan selama 2 jam. Dan hasilnya, ternyata aku
cantik banget! Lolita sama teman-temannya, memuji kecantikanku. Gak nyangka ya,
aku bisa cantik gini. Kita juga jalan-jalan ke mall, beli baju buat aku. Gak
nyangka, mereka sampai segitu niatnya buat balas dendam. Gak apa-apa. Senang
juga deh. Ingat, Ana. Demi rencana!
***
HARI
KEDUA
Hari ini, aku dijemput
sama Lolita. Dia bilang, aku harus terlihat elegan. Jadi, dia jemput aku pakai
mobil sport merahnya. Baru kali ini naik mobil sport. Nyaman banget. Sesampainya
di sekolah, begitu aku keluar, banyak yang lihatin aku. Aku segera menelepon
sahabat-sahabatku, aku minta maaf, tidak bisa bersama mereka hari ini. Mereka
maklum. Kan demi rencana. Aku segera menuju kelas bersama Lolita dkk. Tapi, aku
dicegah oleh Indra. Sepertinya, rencana pertama menunjukkan tanda-tanda
keberhasilan.
“Hei! Kamu Ana? Hari ini,
kamu terlihat cantik banget.”
“Iya. Makasih.”
Cuuiiihh… kata-kata gombal
mulai memancar keluar dari mulutnya.
“Nanti, waktu istirahat,
aku jemput di kelasmu ya. Kita ke kantin bareng. Gimana?”
“Iya.” Jawabku singkat.
Sesuai dengan rencana, dia
mulai melihatku, dan mengajakku makan. Setelah itu, pasti nanti malam dia
ngajak aku keluar. Semoga saja…
***
Istirahat. Indra
menghampiriku di kelas.
“Kamu mau makan apa? Biar
aku yang bayar. Kamu boleh pesan apapun yang kamu mau.” Kata Indra.
“Benarkah? Terima kasih.
Tapi, aku sedang dalam program diet.”
“Kalau gitu, kamu maunya
apa? Pasti aku turuti.”
“Aku mau di kelas aja. Mau
belajar buat ulangan nanti.”
“Oh, oke. Gini aja, nanti
malam keluar sama aku, mau gak?”
Yes!
Sesuai rencana. Bakalan mulus nih.
“Gimana ya? Boleh deh.”
“Nanti malam jam 8, aku ke
rumahmu. Tau nomor hapeku kan? Sms aku alamat rumahmu ya. Bye..”
Idiiih… Alay banget sih…
Jangan sampai aku suka sama orang kayak gitu. Aku bersumpah. Kalau sampai aku
suka sama dia, aku bakal mati kecelakaan. Catat itu!
***
Sudah jam 8. Cepatlah
datang.
Ting
tong.
Itu pasti Indra. Segera aku keluar, berpamitan pada ortuku, dan menemui Indra.
Wow, dia kelihatan keren dengan jeans dan kemejanya. Aku terkesima oleh
penampilannya. Hus! Sadar, sadar! Aku gak boleh terpesona olehnya. Rencana bisa
gagal.
Dia membukakan pintu mobil
untukku dan menyuruhku masuk. Ia pun segera masuk dan mengemudikan mobilnya.
“Ana, kamu cantik banget
malam ini. Gak seperti biasanya.” Ungkapnya dengan senyumnya yang menggoda itu,
dan menjalankan mobilnya.
“Makasih. Emang biasanya
aku gimana? Jelek?”
“Bukannya jelek, kamu itu
terlihat di kalangan cewek-cewek kuper dan kampungan itu. So, wajahmu yang
cantik itu tidak terlihat, kamu juga terbawa dengan situasi mereka.”
“Oh, gitu? Berarti, kamu
mau bilang sahabat-sahabatku jelek?”
“Memang, bukan? Lihatlah.
Dirimu itu sempurna. Sedangkan mereka hanya sebagian kecil dari dirimu.
Kata-kataku benar, kan?”
Kalau
aku membela sahabatku, aku tidak bisa balas dendam padanya. Maafkan aku
sahabatku. Aku harus membuat kalian terlihat buruk di kalangan mereka.
“Iya, ada benarnya juga.”
Jawabku dengan tersenyum paksa.
20 menit berlalu. Aku
telah sampai di sebuah restoran mewah. Restoran yang selama ini aku bawa dalam
mimpi. Tak kusangka, dengan cara ini aku bisa ke restoran ini.
Indra segera membukakan pintu untukku, dan kami
masuk bersama. Ia segera berkata pada pelayan yang menyambut kami.
“Meja untuk 2 orang.”
Pelayan itu segera
menempatkan kami di tempat yang sangat romantis. Sepertinya, memang sudah
disiapkan sebelum berangkat kemari. Andai saja, aku bisa ke sini dengan
pacarku. Pasti so sweet…
“Ana, kamu kenapa?”
“Ah, tidak apa-apa. Aku…
hanya terpesona dengan restoran ini. Tempatnya benar-benar bagus.”
“Kamu baru pertama kali ke
sini ya? Lain kali, aku akan sering mengajakmu kemari. Kalau perlu, keluargamu
juga ikut.”
“Benarkah? Makasih ya.
Kamu baik banget.”
Ternyata, dia baik juga.
Senyumnya kali ini tulus. Tidak seperti sebelum-sebelumnya. Andai Indra
benar-benar menyukaiku dan tidak mempermainkan cewek lain, aku pasti jatuh
cinta padanya.
Ia segera memesan makanan
untukku dan dirinya sendiri.
“Kenapa melihatku seperti
itu? Aku keren, kan?”
“Iih.. Siapa yang bilang
kamu keren? Ngaca dulu dong.” Jawabku dengan senyum jahil.
“Hahaha… Oke, oke. Lain
kali, aku akan ngaca dulu sebelum aku bilang bahwa aku keren. Gimana?” Katanya
dengan tawanya yang begitu lepas.
Baru kali ini aku lihat
dia seperti itu. Padahal, sebelum-sebelumnya gak pernah tertawa selepas ini.
Aneh.
“Terserah deh.”
Makanan yang kami pesan
datang. Semua makanan tertutup oleh tudung saji. Lilin yang ada di mejapun
akhirnya dinyalakan.
“Bukalah tutup makanan
itu.” Perintah Indra.
Aku segera membukanya. Heran.
Tak ada makanan. Yang ada, kotak beludru merah berukuran kecil.
“Ini apa?”
“Bukalah.”
Segera aku buka kotak itu,
dan berisi seuntai kalung.
“Will you be my girlfriend, Ana?”
“Apa?!”
“Jika kamu ingin menerima
ketulusan hatiku ini, pakailah kalung itu. Jika kamu tidak bisa menerima
hatiku, buanglah kalung itu.”
Aduh, baru beberapa jam
kita bicara berdua. Eh, sudah minta aku jadi pacarnya. Mau gak mau, harus
diterima nih. Apalagi, mukanya melas gitu. Jadi gak tega. Dengan setengah
terpaksa, aku menerima cintanya.
“Terima kasih, Ana. Aku
janji, aku akan selalu menjagamu dari bahaya apapun. Aku akan selalu setia
padamu. Aku tak akan mempermainkan cewek lagi. aku akan tobat.”
“Banyak amat janjinya?”
“Jujur, aku sudah
menyukaimu, sejak kamu masuk ke Gatvia Art. Dan aku mengenalmu, saat MOS. Aku
jatuh cinta pada pandangan pertama. Aku ingin mendekatimu. Tapi, aku gengsi.
Kamu selalu bedekatan dengan cewek-cewek kampungan itu. Aku tak mungkin
menyatakan cinta jika keadaannya seperti itu. Begitu aku tau, kalau kamu gabung
dengan Lolita cs, aku benar-benar bahagia. Dan aku segera menyiapkan semua yang
ingin aku lakukan bersamamu.”
“Benarkah? Kau sudah
menyukaiku dari dulu?” tanyaku dengan perasaan yang campur aduk.
“Iya. Ayo kita makan.
Nanti keburu dingin.”
“Eh, i..iya..”
APA??? Aku rasanya mau
mati. Perasaanku campur aduk. Antara senang, kaget, sedih, bingung, semuanya
deh. Aku benar-benar mati kalau kayak gini. Rencana gagal total. Aku akan
membatalkan semua rencanaku dengan Lolita. Aku akan mengatakan padanya, bahwa
aku mundur saja. Karena, sekarang aku tau. Kalau hatiku yang paling dalam, rasa
cintaku padanya tumbuh kembali dengan seketika. Sekarang, aku dan indra, saling
menyukai satu sama lain…
***
HARI
KETIGA
Pagi ini, aku dijemput
sama Indra. Hidup yang menyengkan. Punya cowok keren yang disukai banyak cewek.
Beruntung banget aku. Perlu pamer nih. Perlu update status, apa gak usah ya?
Bingung ah.
Tok..
tok.. . Sudah datang tuh. Berarti, gak perlu update status.
“Ma, Pa, aku berangkat
ya.”
“Lho, gak sarapan?”
“Gak usah, Ma. Nanti yang
jemput aku kelamaan nunggunya.”
“Hayo.. yang sudah punya
pacar…” Kata papa dengan genit.
“Ah, papa. Bisa aja.
Assalamualaikum…”
“Waalaikumsalam.” Jawab
ortuku serempak.
Begitu aku keluar, dia
terseyum. Aahh… manis banget… Dia langsung turun dari motornya, dan menyodorkan
helm yang di bawanya.
“Ayo. Gak apa-apa kan,
naik motor?”
“Gak apa-apa. Santai aja.”
“Ayo, naik. Pakai helmmu.”
“Iya.”
Di perjalanan, aku gak
bisa bayangin. Pasti di sekolah, jadi bahan pembicaraan. Mau aku taruh di mana
mukaku? Tak apa. Lagipula, aku akan jujur pada Lolita.
Sesampainya di sekolah.
Setiap ada yang lewat, pasti nglihatin aku. Kok, aku jadi salah tingkah gini
sih?
“Ana, bentar lagi pasti banyak
yang buat gossip tentang kita berdua. Biarin aja mereka mau ngomong apa. Kamu
yang kuat ya. Tegar. Oke?”
“Iya.”
Jujur, aku takut. Kalau
masalah gosip, aku sudah biasa tutup telinga. Tapi, gimana awal pembicaraanku
dengan Lolita? Aku mau mulai darimana? Atau, aku gak perlu bicara sama dia?
Aduuuh, ribet banget mikirinnya. Aku mau cerita ke sahabat-sahabatku dulu, baru
ambil keputusan.
Di kelas, Lolita cs segera
menghampiriku.
“Gimana tadi malam? Dia
udah nembak kamu ya? Cepat cerita…”
“Emm.. Lolita. Ada yang
mau aku sampaikan. Jadi,, begini. . . .”
Teet..
teet.. Bel masuk berbunyi.
Hhh… kok udah masuk sih??
Gimana aku mau bilang??? Kalau gitu, nanti waktu jam istirahat aja deh.
***
“Ana, ke kantin yuk!” Ajak
Dita dan Erna.
“Aduh, maaf banget ya. Aku
harus cerita sesuatu sama Lolita.”
“Cerita apa?”
Cerita
ke sahabatku gak ya? Apa mereka bisa beri solusi? Aku jadi bingung.
“Jadi cerita gak, sih?”
Tanya Dita.
“Enggak deh. Maaf ya.”
Mereka segera berlalu. Dan,
Lolita menghampiriku, sendirian.
“Kamu mau bilang apa sih
tadi? Mau cerita tentang semalam? Dia ngapain aja sama kamu?” Tanyanya.
“Lolita, jujur. Aku… juga
gak ngerti kenapa bisa gini. Aku… Aduh,, susah bilangnya..”
“Tunggu, jangan-jangan,
kamu… suka sama indra? Iya kan?”
“I..iya.”
“Aaah, kamu gimana sih?
Masa’ langsung terpesona begitu saja? Mumpung baru awal, segera buang jauh-jauh
pikiran kamu tentang dia. Ingat misi kita! Rencana awal kita itu apa? Balas
dendam kan?”
“Iya… tapi,…”
“Ah, sudah. Pokoknya,
lupakan dia. Misi ini harus berjalan. Kamu udah terpilih. Kamu gak boleh goyah.
Ngerti?”
“I..iya.. deh.”
Lolita segera pergi
meninggalkanku yang termangu sendiri. Kok bisa jadi gini sih? Jadi kacau
semuanya? Apa aku harus tanya sahabatku? Atau… aku bilang aja sama Indra. Toh,
dia bakal melindungi aku dari siapapun. Tapi, kalau dia marah gimana? Bingung
banget nih!
***
Bel pulang berbunyi. Dan Indra
menghampiri kelasku.
“Ana!” Sapanya dengan
tersenyum ceria.
Lolita melirikku, dan mengapalkan
tangannya, mengancamku.
“Maaf, saat istirahat
tadi, aku gak ke kelasmu. Aku lagi sibuk ngerjakan tugas. Pulang, yuk! Atau,
mau jalan-jalan dulu?”
“Emm,, langsung pulang aja
ya. Aku capek.”
“Oh, ok deh. Ayo!”
***
Ini sudah pukul 21.00. aku
belum bisa tidur memikirkan hubunganku dengan Indra, dan juga rencanaku dengan
Lolita. Aku sudah curhat dengan buku diaryku sampai 10 halaman. Tapi, tidak
menemukan jalan keluar apapun. Gawat. Benar-benar gawat. Aku harus berkorban,
tapi untuk siapa? Pikirkan besok lagi saja. Aku jalani saja, sampai saatnya
tiba, aku harus membongkar semuanya.
***