Pagi ini begitu hangat.
Angin yang menyejukkan hati berhembus. Kicauan burung menyanyikan sebuah lagu
yang tak kukenal, tapi enak di dengar. Aku
terbangun dari sebuah mimpi yang menyenangkan. Harum aroma kopi yang
menggoda, membuatku segera meloncat turun dari kasurku. Semua telah disiapkan
oleh mamaku tercinta. I love you, mom.
“Ana, sholat dulu. Ini sudah
jam 05.00”
“Iya ma. Santai. Ini mau
wudlu.”
Segera ku berwudlu, lalu
sholat. Setelah itu, seperti biasa, mengeluarkan motor yang akan kugunakan ke
sekolah, memberi makan ayam peliharaanku, membuka pintu pagar, mematikan lampu
teras, menyiapkan pelajaran, dan mandi. Ya, ini adalah rutinitas setiap pagi
yang tak terlewatkan sedikitpun.
“Ana, sebelum berangkat
sarapan dulu. Hari ini ada les? Kalau ada, jangan lupa bawa bekal.”
“Iya. Hari ini ada les. Tapi,
aku gak bawa bekal ya, ma. Lagipula, aku sudah bawa roti. Ana berangkat ya!”
“Lho? Sarapan dulu!”
“Gak perlu, ma. Sudah
siang.”
Memang, menurutku, ‘siang’
saat berangkat ke sekolah itu jam 06.15. Terlalu pagi ya? Tidak juga kok. Matahari
sudah terbit. :D
***
Hari ini, jam-jam
pelajaran di kelasku banyak yang kosong. Dan biasanya, teman-temanku ke kantin,
ngegosip, internetan, dan beberapa membaca buku. Aku juga seperti itu. Tapi,
lebih banyak internetan. Dan saat aku buka facebook, ada yang kirim pesan ke
aku. Namanya, Bagas. Biasa, mau kenalan. Ya, aku kenalan sama dia. Dia tanya
nama, dan nomor handphone aku. Mulanya, aku gak mau beritahu dy. Lama-lama,
kasihan juga. Jadi, aku beritahu deh. Hehe…
***
Dia mulai sms aq, hampir
setiap hari. Dia mulai ingin bertemu denganku. Dan dengan berbagai alasan
dariku, kita pun tidak pernah bertemu. Tapi, kita terus smsan. Sampai pada akhirnya,
aku mulai menantikan sms dari dia, selalu lihat status terbarunya, curhat
tentang dia ke temanku sebangku hampir setiap hari, dan masih banyak lagi.
Dan kejadian itu
terjadi. Waktu itu, dia bilang suka sama aku (lewat sms). Aku langsung aja
jawab, bahwa aku sedang mencari cara untuk tidak menyukainya, aku harus cari
orang yang sepadan denganku, dan orang itu bukan dia. Dia benar-benar kecewa
dan tersinggung atas pernyataanku. Jujur, aku merasa bersalah. Berhari-hari dia
tdk sms. Aku juga tdk berani sms dia.
Setelah beberapa hari,
dia sms aku. Isi smsnya pertanyaan-pertanyaan yang harus aku jawab tentang dia.
Begitu aku jawab, dia hanya membalas smsku dengan ucapan terima kasih. Beberapa
kali dia sms seperti itu kepadaku. Dan akhirnya, hubungan pertemanan kita mulai
membaik. Dia mulai sms aku lagi. tapi, dia sedikit berubah. Dia mulai
mengatakan perasaan-perasaannya kepadaku.
Suatu hari, dia curhat
kepadaku.
“Galau.”
“Kenapa? Gara-gara orang
yang kamu suka ya?” tanyaku.
“Sepertinya iya. Semoga
orang yang aku suka sadar.”
“Amien…”
“Apa dia benar-benar
suka sama aku? Dia pernah bilang gak suka kenal sama orang dari jejaring sosial.”
“Mungkin aja dia
berubah.”
“Kalau dia suka sama
cowok lain gimana?”
“Ya, nasibmu.”
“Kalau dia suka sama
aku, harusnya kan dia bisa menutup hatinya untuk cowok lain.”
“Iya, sih.”
“Kamu tau gak, dia lagi
galau karena aku dan orang lain. Berarti kan dia belum suka sama aku. Iya kan?”
“Kayaknya iya, mungkin
dia masih banyak pertimbangan. Ikuti kata hatimu.”
“Ya. Aku ingin dia
bahagia, meskipun tidak denganku. Makasih sudah jadi teman curhatku malam ini.”
“Iya, sama-sama.”
Setelah selesai sms-an,
aku curiga. Sepertinya Bagas sedang curhat tentang aku. Dan ternyata memang
benar. Aku bertanya padanya, dan dia menjawab, curhat itu memang tentang aku.
Aku benar-benar bisa menduganya.
***
Semakin
hari, semakin cinta. Semakin hari, semakin rindu. Semakin aku merasakan cintaku
yang tumbuh untukmu.
Bagas mulai melontarkan
pertanyaan-pertanyaan yang aku sendiri tak bisa menjawabnya.
“Aku boleh tahu? Kamu
ada rasa sayang dan cinta sama aku, atau kamu sudah menaruh hati untuk cowok
lain?”
“Aku gak tahu. Tapi,
kamu tahu, kamu berhasil membuat aku penasaran tentang kamu. Kamu berhasil
membuatku galau. Dan kamu juga berhasil membuatku slalu berpikir tentangmu.
Makasih banget…”
“Kalau kamu ada rasa
sama aku, aku akan jaga hatiku dari cewek lain hanya buat kamu. Tapi, kalau sebaliknya,
aku juga gak tahu lagi.”
Itu beberapa sms dari
Bagas. Dia membuat beberapa status untukku. Dan semakin hari, aku semakin
menyukainya.
Aku pernah bertanya pada
Bagas, menurutnya, cinta itu seperti apa. Dia jawab, cinta itu murni dan tulus
dari hati. Tidak pernah memandang status, jabatan dan usia seseorang. Cinta
juga butuh materi yang harus dicukupi. Dan cinta juga bisa membuat kita bahagia
serta menangis karenanya.
Bagas juga pernah
bilang, apa aku siap untuk pacaran jarak jauh, jarang ketemu juga. Tapi, aku
bilang itu tidak masalah. Justru dengan LDR, kita bisa tahu, pasangan kita
setia atau tidak.
***
Suatu hari, Bagas
bertanya padaku,
“ Kamu suka aku apa tidak?”
“Suka.”
“Sukanya cuma sekedar ‘suka’
atau cinta dan sayang? Jujur ya, dari hati kecil kamu.”
“Gak tahu. Aku masih
bingung. Maaf ya. Aku belum bisa beri kepastian buat kamu.”
“Iya, kamu berhak kok,
untuk menentukan yang terbaik buat kamu, dan kamu boleh memilih cowok lain yang
lebih kelihatan ‘wah’ daripada aku.”
***
Waktu itu, aku update
status, ‘Maaf, aq masih belum bisa meyakinkan diriku
sendiri. Masih banyak yang harus dipertimbangkan. Kalau memang qm merasa bahwa
aq tak pernah bisa serius dengan ini, qm berhak untuk menjauh dariq, sblm rasa
itu jatuh semakin dalam. . .’
Bagas
tahu tentang statusku itu, dan dia segera sms aku.
“Aku
yang minta maaf ke kamu. Semestinya, aku gak naruh hati sama kamu. Aku yang
salah. Kamu berhak memutuskan semuanya. Jadi, kamu gak perlu minta maaf. Mestinya,
aku sadar. Aku ini siapa.”
“Aku
memang perlu minta maaf ke kamu. Maaf, maaf banget. Kamu bisa dapat cewek yang
lebih baik dari aku. Aku gak bisa beri jawaban buat kamu. Entah ke depannya
gimana…”
“Ya,
aku mengerti. Dan kamu pun lebih baik cari cowok yang sepadan seperti yang kamu
harapkan. Aku minta maaf kalau kata kamu, aku membuatmu galau dan berpikir
tentangku. Mulai sekarang kamu gak perlu galau atau berpikir tentang aku lagi.
Anggap saja aku gak penting buat hidupmu.”
“Ya.
Akan kucoba.”
“Ya
harus itu. Ya sudah. Aku rasa, semuanya cukup jelas. Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
Aku
menangis. Aku tak tahu harus berbuat apa. Mungkin, itu adalah salam terakhirku
untuknya. Dan aku mungkin juga tak akan pernah bertemu dengannya. Aku sadar.
Aku telah menolaknya. Dengan berbagai pertimbangan yang menurutku pantas untuk
dijadikan alasan.
Apa aku membuat
keputusan yang salah karena telah menolaknya? Kenapa setelah aku menolaknya,
justru aku semakin sedih? Dan untuk apa aku menangis sampai dadaku sesak? Apa
aku menyesali perbuatanku ini?
Aku benar-benar
pengecut. Aku juga mencintainya. Kenapa aku tidak mengatakan bahwa aku
benar-benar mencintainya? Apa lagi yang aku pikirkan? Aku benar-benar bodoh.
Aku hanya bisa berkata
maaf, untukmu. Maafkan aku.
***
Jujur, ini adalah
pertama kalinya aku merasakan rasa yang begitu luar biasa. rasa yang bisa
membuatku tersenyum setiap hari, membuatku cemburu, membuatku galau, dan
membuatku menangis. Dan rasa ini kurasakan saat aku bersamanya. Rasa ini tak
akan hilang oleh waktu. Aku tak tahu, apa dia juga merasakan perasaan yang
sama, atau justru sebaliknya.
Mungkin, suatu saat
nanti kita akan bertemu, dengan membawa pasangan masing-masing. Membawa sebuah
kesuksessan di genggaman kita. Membawa sebuah angan. Menyungging seulas senyum.
Dan meninggalkan kenangan kita berdua yang telah terkubur di hati yang paling
dalam. Bersamaan dengan itu, kita membuka lembar baru yang akan kita coret
penuh warna, tanpa ada nama kita di dalamnya…
The real story for you... from : Ayu Fitria Adiningdyah