Buscar

W.E.L.C.O.M.E. !n tH!s s!tE

Welcome in my blog!!!
di sini,, kamu bisa baca apapun yang kamu mau..
selamat membaca, ya!
semoga bermanfaat...
Leave Comment, please.... ^^

Love and Coffee (part 2)



Ini adalah salah satu kejadian yang terjadi pada Ayu dan Agfa setelah cerpen sebelumnya (love and coffee, red.), atau bisa dikatakan lanjutan dari cerpen sebelumnya. Ini hanya lamunanku di saat aku sedang frustasi di tengah-tengah belajarku. Selamat membaca! :)
Sudah beberapa hari ini dia tak menghubungiku sama sekali. Aku mencoba mengiriminya pesan. Tapi dia hanya membalas dengan emoticon senyum lebar. Dan tidak ada balasan lagi setelah itu. Tiba-tiba, aku membayangkannya sedang berada di rumah sakit. Terbaring lemah, tak berdaya. Ketika bayanganku tentangnya belum pudar, ada telpon yang membuyarkan lamunanku. Nomor tak dikenal. Lalu aku mengangkat telpon itu. Mungkin penting.
“Apa benar, ini nomornya Ayu?”
“Iya mas. Benar.”
“Ayu pacarnya Agfa bukan?”
“Iya mas. Ini siapa ya? Kok tanya-tanya gitu?”
“Ini Edy. Teman satu kontrakan Agfa. Bisa ke Rumah Sakit Araya sekarang?”
“Lho? Ada apa mas? Kok ke rumah sakit?”
“Sudah. Datang ke sini dulu. Aku tunggu di pintu masuk. Masih ingat wajahku kan?”
“Oh.. iya iya. Aku ke sana sekarang.”
“Secepatnya ya!”
Dan telpon itu pun berakhir dengan penuh tanda tanya di otakku. Pasti ada hubungannya dengan Mas Agfa. Kecelakaan? Entahlah. Yang jelas aku harus bergegas ke sana.
Sesampainya di sana…
“Ayu, kan?”
“Iya. Ada apa sih mas? Mas Agfa kenapa? Kecelakan kah?”
“Kamu jangan shock dulu ya. Jadi gini. Seminggu yang lalu, Agfa kecelakaan motor. Dan patah tulang tangan, lengan bawah. Sekarang masih belum sembuh.”
“Terus? Aku gak dapat kabar sama sekali! Dan pantas, dia hanya membalas pesanku dengan senyum atau hanya bilang iya. Kenapa gini?!”
“Dia sebenarnya gak mau kamu tau kejadian ini. Dia tuh gak mau buat kamu jadi khawatir. Tapi, aku beritahu hal ini ke kamu. Aku kasian kalau kamu gak tau apa-apa.”
“Parah gak? Tangan sebelah mana?”
“Lumayan. Sebelah kanan. Ayo, ke kamarnya sekarang!”
Aku pun berjalan dengan rasa khawatir luar biasa. Ketika akan masuk, aku melihat banyak beberapa pasang alas kaki. Sepertinya dia di kunjungi banyak kerabatnya.
Dan dugaanku benar..


Mas Agfa sedang di kelilingi kerabat dan beberapa temannya, serta mantannya. Dan Ketika aku masuk ke dalam, semua menengok, dan mas Agfa kaget. Aku hanya berdiam diri di depan pintu.
“Masuk aja mbak.” Kata salah seorang yang tidak aku kenal.
Aku pun masuk, dan mas Agfa memanggilku dengan isyarat tangannya. Aku pun mendekat.
“Siapa yang menyuruhmu datang ke sini?”
“Itu.. Mas Edy.”
Mas Agfa pun mengepalkan tangannya dan ditujukan ke Mas Edy.
“Hhh.. Sudahlah. Duduk sini.”
Aku pun duduk, dan diam. Melihat keadaan Mas Agfa yang terbaring lemah, tak berdaya dengan tangannya yang patah tulang itu.
“Agfa, dia siapa?” tanya salah seorang dari mereka.
“Pacarku.”
“Oh.. gitu. Ceritanya di rahasiakan dari kita semua kalau sudah punya pacar nih? Sudah sejak kapan?”
“Bukan di rahasiakan. Masa’ harus di beritahu ke semua orang kalau aku sudah punya pacar? Sudah lama kok.”
“Berarti habis ini ada yang traktiran dong.”
“Ngawur. Sudah-sudah. Kasian dia baru datang sudah di interogasi.”
“Hahaha.. Oke oke. Kita pulang dulu. Lain kali kita ke sini.”
“Sip.”
Teman-teman mas Agfa dan mantannya pun pulang, kecuali mas Edy, dan dua cowok yang tidak ku kenal.
“Kalian di sini saja. Tidak apa-apa.” Kata mas Agfa pada ketiga temannya itu.
“Okelah. Kita tidur di sini kalau gitu.”
“Iya. Anggap rumah sendiri. Hahaha…”
Aku hanya terdiam. Tidak bisa berkata-kata. Dan air mata pun menetes.
“Lho? Kok nangis?”
“Lha mas Agfa jahat. Sepertinya cuma aku yang tidak tau kejadian ini.”
“Iya. Maaf ya.. Soalnya kamu masih ujian. Aku takut ganggu ujian kamu waktu itu. Jadi aku gak beritau hal ini.”
Aku pun diam kembali dan menangis. Mas Agfa hanya mengusap-usap kepalaku dan menyeka air mataku. Dengan wajahnya yang pucat itu, ia pun menyungging senyum. Teman-temannya melihat, dan tersenyum pula.
“Sudah mbak. Gak perlu nangis. Dia itu gak parah patah tulangnya. Sok-sok an aja itu mbak.”
“Heh, kalian itu! Ada orang lagi so sweet malah ngeledek. Ini sakit serius tau!”
“Hahaha.. iya iya. Maaf. Habisnya, kalian berdua romantis-romantisan gitu.” Mereka pun tertawa terbahak-bahak. Dan aku pun sedikit terhibur.
“Tanganmu masih gak bisa gerak sama sekali mas?”
“Iya. Hehe..”
“Sakit kah?”
“Engga. Cuman sedikit nyeri. Tapi gak sakit. Tenang aja. Sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Gak usah nangis. Berlebihan kamu itu.”
“Syukurlah.. iya.. maaf. Kan aku khawatir.”
“Iya iya. Aku tau kok.”
Pintu terbuka, dan ada perawat yang membawakan makanan. Aku segera menerimanya. Dan menyerahkannya pada mas Agfa.
“Suapin lah. Tanganku masih di gips gini. Mau kan?”
Aku pun hanya tersenyum dan menyuapkan makanan itu ke mulutnya.
“Haduh mbak. Itu modus tuh. Biasanya juga makan sendiri bisa kok.”
“Gak apa-apa mas. Sekali waktu aja. Lagi pula aku ini juga jadwalnya longgar. Jadi gak keburu sama waktu.”
“Hush. Kalian itu. Biarin aja. Toh dia pacarku. Kenapa kalian yang repot?”
“Iya deh, iya.”
***
Hari demi hari pun berlalu. Hingga akhirnya Mas Agfa bisa keluar dari rumah sakit. Aku pun datang untuk membantunya beres-beres. Ketika aku masuk, ternyata ada orang tuanya dan ketiga temannya itu. Aku pun canggung. Lalu setelah salim dengan orang tua Mas Agfa, aku pun segera menunggu di luar. Tapi mas Agfa memanggilku. Aku segera masuk ke dalam lagi dan mendekati mas Agfa. Dia menyuruhku membereskan barang-barang seperti pakaian, dompet dan handphone miliknya. Aku pun segera melakukannya.
“Siapa dia” Tanya orang tua mas Agfa.
“Pacarku, bu.”
Aku pun kaget. Kenapa? Karena kedua orang tua kita yang tidak mengijinkan kita pacaran sampai masa studi selesai. Dan kesepakatannya adalah kita backstreet. Orang tua mas Agfa pun kaget dan menanyakan kebenarannya padaku. Dan aku hanya menjawab iya. Orang tua mas Agfa pun diam. Tak berkata satu patah kata pun.
Selesai beres-beres, mas Agfa bilang kepadaku bahwa ia akan pulang ke rumahnya. Aku mengiyakan. Lalu, dia mencium keningku, di depan orang tuanya. Ia pun memelukku erat. Entah apa yang dilakukannya. Aku bingung harus berbuat apa. Setelah itu, dia hanya tersenyum. Dan meninggalkanku bersama ketiga temannya.
“Mbak, orang tuanya Agfa gak tau kalau kalian pacaran?”
“Engga, mas. Kita ini lagi backstreet. Aku juga kaget tadi waktu dia mengakui hubungan ini di depan orang tuanya. Hhh.. Entahlah. Aku tak ingin memikirkannya.”
“Ya sudah mbak. Kita pulang dulu.”
“Oh, iya mas.”
Sesampainya di rumah, aku pun bingung apa yang terjadi di rumah sakit tadi. Tapi, semoga tidak ada kejadian apapun, dan tidak berakibat fatal pada hubungan ku dan mas Agfa.
***
To be continued…