Buscar

W.E.L.C.O.M.E. !n tH!s s!tE

Welcome in my blog!!!
di sini,, kamu bisa baca apapun yang kamu mau..
selamat membaca, ya!
semoga bermanfaat...
Leave Comment, please.... ^^

7 Hari Bersamanya (part 1)

Ini, adalah sebuah cerita, di mana aku ditempatkan pada suatu masalah yang sangat tidak menyenangkan. Suatu masalah yang hanya memiliki dua pilihan, yaitu hidup atau mati. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Baiklah, kisah ini, akan ku mulai, 7 hari yang lalu.
***
HARI PERTAMA
Pagi yang indah. Ya, benar. Pagi yang cerah juga untuk segera bangun dan menghirup udara segar. Hari ini adalah hari Rabu. Hari yang kutunggu-tunggu. Hari di mana ada pelajaran yang sangat aku sukai. Vocal.
Oh ya, kenalkan. Namaku Ana. Lengkapnya Clarissa Ana. Umurku 17 tahun. Aku sekolah di Gatvia Art. Sebuah sekolah seni yang sangat terkenal. Dan aku sudah tingkat 2. Hebat bukan?
Aku segera bersiap-siap untuk berangkat. Mandi, sudah. Pakaian rapi, sudah. Buku pelajaran, juga sudah. Tinggal berangkat ke sekolah!!
Seperti biasa, begitu sampai di sekolah, aku sudah di tunggu oleh sahabat-sahabat baikku. Dita dan Erna.
“Hei! Ayo, cepat parkir. Ada yang mau kita bicarakan!”
“Bicara apa?”
“Jangan banyak omong! Cepetan!!!”
“Iya, iya, . . sabar. . .”
Aku segera memarkirkan motorku, dan bergerak cepat menyusul sahabatku.
“Mau bicara apa sih? Penting?”
“Penting banget. Tadi, waktu aku masuk kelas, aku nguping pembicaraan Lolita sama temannya. Lolita bilang, dia udah putus sama Indra. Trus, dia butuh seseorang yang netral. Dan, kamu tahu? Lolita mau balas dendam, soalnya jefri cuma mainin dia. Kasian banget ya. . . . Bagus kan, beritanya?”
“Apanya yang bagus? Biasa aja tuh.”
Aduuhhh… gak penting banget sih. Berita gitu aja di beri tahu ke aku.
Oh ya, Lolita itu cewek yang paling cantik, dan dia juga model sampul majalah terkenal. Jadi, aku gak heran. Banyak cowok yang suka sama dia, meskipun cuma di mainin aja.
***
Bel pulang berbunyi. Hoamhm.. Aku capek. Ingin segera pulang dan tidur siang. Tunggu, ada apa nih. Banyak cewek yang kumpul di kelasku.
Oh. . . . Lolita cari sensasi lagi..
“Perhatian buat semua cewek-cewek yang ada di sini. Aku ingin memilih satu dari kalian yang bisa bantu aku buat balas dendam ke cowok sok keren itu! Bagi yang berminat, silahkan antre di sebelah sini. Ayo, ayo! Kesempatan terbatas. Ini adalah saat yang menguntungkan bagi kalian buat nampar cowok-cowok keren, terutama si Indra itu!”
Wuuiihh.. banyak banget yang antre. Jadi ini yang di maksud Dita dan Erna? Ikutan gak ya?
“Ikut aja deh. Mumpung ada kesempatan. Jarang lho kesempatan kayak gini ada. Gimana?” Kata Erna membuyarkan lamunanku.
“Mau sih. Tapi…”
“Gengsi? Buang jauh-jauh gengsimu. Demi kesempatan emas!” Sahut Dita.
“Ok, deh. Aku coba ikutan. Aku antre dulu.”
Mau tahu, kenapa Dita bilang ini kesempatan emas? Soalnya, Aku dulu pernah di ejek habis-habisan sama Indra dan teman-temannya. Mereka ngatain aku dan sahabatku, yang kampunganlah, yang jeleklah, masih banyak lagi pokoknya. Aku gak akan lupa sama kejadian-kejadian itu. Ini saatnya aku balas dendam.
Dan akhirnya, keberuntungan berpihak padaku. Aku terpilih! Kok bisa? Gak tahu ah. Yang jelas aku terpilih. Aku segera memberikan nomor handphoneku pada Lolita. Dia bakal jelasin rencana balas dendamnya lewat sms.
Tiba-tiba, aku langsung diajak masuk ke mobilnya. Motorku gimana? Lolita bilang, dia suruh sopirnya bawa motorku ke rumah, sekalian izin pulang agak malam. Kami segera meluncur ke salon. Aku segera di permak habis-habisan selama 2 jam. Dan hasilnya, ternyata aku cantik banget! Lolita sama teman-temannya, memuji kecantikanku. Gak nyangka ya, aku bisa cantik gini. Kita juga jalan-jalan ke mall, beli baju buat aku. Gak nyangka, mereka sampai segitu niatnya buat balas dendam. Gak apa-apa. Senang juga deh. Ingat, Ana. Demi rencana!
***
HARI KEDUA
Hari ini, aku dijemput sama Lolita. Dia bilang, aku harus terlihat elegan. Jadi, dia jemput aku pakai mobil sport merahnya. Baru kali ini naik mobil sport. Nyaman banget. Sesampainya di sekolah, begitu aku keluar, banyak yang lihatin aku. Aku segera menelepon sahabat-sahabatku, aku minta maaf, tidak bisa bersama mereka hari ini. Mereka maklum. Kan demi rencana. Aku segera menuju kelas bersama Lolita dkk. Tapi, aku dicegah oleh Indra. Sepertinya, rencana pertama menunjukkan tanda-tanda keberhasilan.
“Hei! Kamu Ana? Hari ini, kamu terlihat cantik banget.”
“Iya. Makasih.”
Cuuiiihh… kata-kata gombal mulai memancar keluar dari mulutnya.
“Nanti, waktu istirahat, aku jemput di kelasmu ya. Kita ke kantin bareng. Gimana?”
“Iya.” Jawabku singkat.
Sesuai dengan rencana, dia mulai melihatku, dan mengajakku makan. Setelah itu, pasti nanti malam dia ngajak aku keluar. Semoga saja…
***
Istirahat. Indra menghampiriku di kelas.
“Kamu mau makan apa? Biar aku yang bayar. Kamu boleh pesan apapun yang kamu mau.” Kata Indra.
“Benarkah? Terima kasih. Tapi, aku sedang dalam program diet.”
“Kalau gitu, kamu maunya apa? Pasti aku turuti.”
“Aku mau di kelas aja. Mau belajar buat ulangan nanti.”
“Oh, oke. Gini aja, nanti malam keluar sama aku, mau gak?”
Yes! Sesuai rencana. Bakalan mulus nih.
“Gimana ya? Boleh deh.”
“Nanti malam jam 8, aku ke rumahmu. Tau nomor hapeku kan? Sms aku alamat rumahmu ya. Bye..”
Idiiih… Alay banget sih… Jangan sampai aku suka sama orang kayak gitu. Aku bersumpah. Kalau sampai aku suka sama dia, aku bakal mati kecelakaan. Catat itu!
***
Sudah jam 8. Cepatlah datang.
Ting tong. Itu pasti Indra. Segera aku keluar, berpamitan pada ortuku, dan menemui Indra. Wow, dia kelihatan keren dengan jeans dan kemejanya. Aku terkesima oleh penampilannya. Hus! Sadar, sadar! Aku gak boleh terpesona olehnya. Rencana bisa gagal.
Dia membukakan pintu mobil untukku dan menyuruhku masuk. Ia pun segera masuk dan mengemudikan mobilnya.
“Ana, kamu cantik banget malam ini. Gak seperti biasanya.” Ungkapnya dengan senyumnya yang menggoda itu, dan menjalankan mobilnya.
“Makasih. Emang biasanya aku gimana? Jelek?”
“Bukannya jelek, kamu itu terlihat di kalangan cewek-cewek kuper dan kampungan itu. So, wajahmu yang cantik itu tidak terlihat, kamu juga terbawa dengan situasi mereka.”
“Oh, gitu? Berarti, kamu mau bilang sahabat-sahabatku jelek?”
“Memang, bukan? Lihatlah. Dirimu itu sempurna. Sedangkan mereka hanya sebagian kecil dari dirimu. Kata-kataku benar, kan?”
Kalau aku membela sahabatku, aku tidak bisa balas dendam padanya. Maafkan aku sahabatku. Aku harus membuat kalian terlihat buruk di kalangan mereka.
“Iya, ada benarnya juga.” Jawabku dengan tersenyum paksa.
20 menit berlalu. Aku telah sampai di sebuah restoran mewah. Restoran yang selama ini aku bawa dalam mimpi. Tak kusangka, dengan cara ini aku bisa ke restoran ini.
Indra segera membukakan pintu untukku, dan kami masuk bersama. Ia segera berkata pada pelayan yang menyambut kami.
“Meja untuk 2 orang.”
Pelayan itu segera menempatkan kami di tempat yang sangat romantis. Sepertinya, memang sudah disiapkan sebelum berangkat kemari. Andai saja, aku bisa ke sini dengan pacarku. Pasti so sweet…
“Ana, kamu kenapa?”
“Ah, tidak apa-apa. Aku… hanya terpesona dengan restoran ini. Tempatnya benar-benar bagus.”
“Kamu baru pertama kali ke sini ya? Lain kali, aku akan sering mengajakmu kemari. Kalau perlu, keluargamu juga ikut.”
“Benarkah? Makasih ya. Kamu baik banget.”
Ternyata, dia baik juga. Senyumnya kali ini tulus. Tidak seperti sebelum-sebelumnya. Andai Indra benar-benar menyukaiku dan tidak mempermainkan cewek lain, aku pasti jatuh cinta padanya.
Ia segera memesan makanan untukku dan dirinya sendiri.
“Kenapa melihatku seperti itu? Aku keren, kan?”
“Iih.. Siapa yang bilang kamu keren? Ngaca dulu dong.” Jawabku dengan senyum jahil.
“Hahaha… Oke, oke. Lain kali, aku akan ngaca dulu sebelum aku bilang bahwa aku keren. Gimana?” Katanya dengan tawanya yang begitu lepas.
Baru kali ini aku lihat dia seperti itu. Padahal, sebelum-sebelumnya gak pernah tertawa selepas ini. Aneh.
“Terserah deh.”
Makanan yang kami pesan datang. Semua makanan tertutup oleh tudung saji. Lilin yang ada di mejapun akhirnya dinyalakan.
“Bukalah tutup makanan itu.” Perintah Indra.
Aku segera membukanya. Heran. Tak ada makanan. Yang ada, kotak beludru merah berukuran kecil.
“Ini apa?”
“Bukalah.”
Segera aku buka kotak itu, dan berisi seuntai kalung.
Will you be my girlfriend, Ana?
“Apa?!”
“Jika kamu ingin menerima ketulusan hatiku ini, pakailah kalung itu. Jika kamu tidak bisa menerima hatiku, buanglah kalung itu.”
Aduh, baru beberapa jam kita bicara berdua. Eh, sudah minta aku jadi pacarnya. Mau gak mau, harus diterima nih. Apalagi, mukanya melas gitu. Jadi gak tega. Dengan setengah terpaksa, aku menerima cintanya.
“Terima kasih, Ana. Aku janji, aku akan selalu menjagamu dari bahaya apapun. Aku akan selalu setia padamu. Aku tak akan mempermainkan cewek lagi. aku akan tobat.”
“Banyak amat janjinya?”
“Jujur, aku sudah menyukaimu, sejak kamu masuk ke Gatvia Art. Dan aku mengenalmu, saat MOS. Aku jatuh cinta pada pandangan pertama. Aku ingin mendekatimu. Tapi, aku gengsi. Kamu selalu bedekatan dengan cewek-cewek kampungan itu. Aku tak mungkin menyatakan cinta jika keadaannya seperti itu. Begitu aku tau, kalau kamu gabung dengan Lolita cs, aku benar-benar bahagia. Dan aku segera menyiapkan semua yang ingin aku lakukan bersamamu.”
“Benarkah? Kau sudah menyukaiku dari dulu?” tanyaku dengan perasaan yang campur aduk.
“Iya. Ayo kita makan. Nanti keburu dingin.”
“Eh, i..iya..”
APA??? Aku rasanya mau mati. Perasaanku campur aduk. Antara senang, kaget, sedih, bingung, semuanya deh. Aku benar-benar mati kalau kayak gini. Rencana gagal total. Aku akan membatalkan semua rencanaku dengan Lolita. Aku akan mengatakan padanya, bahwa aku mundur saja. Karena, sekarang aku tau. Kalau hatiku yang paling dalam, rasa cintaku padanya tumbuh kembali dengan seketika. Sekarang, aku dan indra, saling menyukai satu sama lain…
***
 
HARI KETIGA
Pagi ini, aku dijemput sama Indra. Hidup yang menyengkan. Punya cowok keren yang disukai banyak cewek. Beruntung banget aku. Perlu pamer nih. Perlu update status, apa gak usah ya? Bingung ah.
Tok.. tok.. . Sudah datang tuh. Berarti, gak perlu update status.
“Ma, Pa, aku berangkat ya.”
“Lho, gak sarapan?”
“Gak usah, Ma. Nanti yang jemput aku kelamaan nunggunya.”
“Hayo.. yang sudah punya pacar…” Kata papa dengan genit.
“Ah, papa. Bisa aja. Assalamualaikum…”
“Waalaikumsalam.” Jawab ortuku serempak.
Begitu aku keluar, dia terseyum. Aahh… manis banget… Dia langsung turun dari motornya, dan menyodorkan helm yang di bawanya.
“Ayo. Gak apa-apa kan, naik motor?”
“Gak apa-apa. Santai aja.”
“Ayo, naik. Pakai helmmu.”
“Iya.”
Di perjalanan, aku gak bisa bayangin. Pasti di sekolah, jadi bahan pembicaraan. Mau aku taruh di mana mukaku? Tak apa. Lagipula, aku akan jujur pada Lolita.
Sesampainya di sekolah. Setiap ada yang lewat, pasti nglihatin aku. Kok, aku jadi salah tingkah gini sih?
“Ana, bentar lagi pasti banyak yang buat gossip tentang kita berdua. Biarin aja mereka mau ngomong apa. Kamu yang kuat ya. Tegar. Oke?”
“Iya.”
Jujur, aku takut. Kalau masalah gosip, aku sudah biasa tutup telinga. Tapi, gimana awal pembicaraanku dengan Lolita? Aku mau mulai darimana? Atau, aku gak perlu bicara sama dia? Aduuuh, ribet banget mikirinnya. Aku mau cerita ke sahabat-sahabatku dulu, baru ambil keputusan.
Di kelas, Lolita cs segera menghampiriku.
“Gimana tadi malam? Dia udah nembak kamu ya? Cepat cerita…”
“Emm.. Lolita. Ada yang mau aku sampaikan. Jadi,, begini. . . .”
Teet.. teet.. Bel masuk berbunyi.
Hhh… kok udah masuk sih?? Gimana aku mau bilang??? Kalau gitu, nanti waktu jam istirahat aja deh.
***
“Ana, ke kantin yuk!” Ajak Dita dan Erna.
“Aduh, maaf banget ya. Aku harus cerita sesuatu sama Lolita.”
“Cerita apa?”
Cerita ke sahabatku gak ya? Apa mereka bisa beri solusi? Aku jadi bingung.
“Jadi cerita gak, sih?” Tanya Dita.
“Enggak deh. Maaf ya.”
Mereka segera berlalu. Dan, Lolita menghampiriku, sendirian.
“Kamu mau bilang apa sih tadi? Mau cerita tentang semalam? Dia ngapain aja sama kamu?” Tanyanya.
“Lolita, jujur. Aku… juga gak ngerti kenapa bisa gini. Aku… Aduh,, susah bilangnya..”
“Tunggu, jangan-jangan, kamu… suka sama indra? Iya kan?”
“I..iya.”
“Aaah, kamu gimana sih? Masa’ langsung terpesona begitu saja? Mumpung baru awal, segera buang jauh-jauh pikiran kamu tentang dia. Ingat misi kita! Rencana awal kita itu apa? Balas dendam kan?”
“Iya… tapi,…”
“Ah, sudah. Pokoknya, lupakan dia. Misi ini harus berjalan. Kamu udah terpilih. Kamu gak boleh goyah. Ngerti?”
“I..iya.. deh.”
Lolita segera pergi meninggalkanku yang termangu sendiri. Kok bisa jadi gini sih? Jadi kacau semuanya? Apa aku harus tanya sahabatku? Atau… aku bilang aja sama Indra. Toh, dia bakal melindungi aku dari siapapun. Tapi, kalau dia marah gimana? Bingung banget nih!
***
Bel pulang berbunyi. Dan Indra menghampiri kelasku.
“Ana!” Sapanya dengan tersenyum ceria.
Lolita melirikku, dan mengapalkan tangannya, mengancamku.
“Maaf, saat istirahat tadi, aku gak ke kelasmu. Aku lagi sibuk ngerjakan tugas. Pulang, yuk! Atau, mau jalan-jalan dulu?”
“Emm,, langsung pulang aja ya. Aku capek.”
“Oh, ok deh. Ayo!”
***
Ini sudah pukul 21.00. aku belum bisa tidur memikirkan hubunganku dengan Indra, dan juga rencanaku dengan Lolita. Aku sudah curhat dengan buku diaryku sampai 10 halaman. Tapi, tidak menemukan jalan keluar apapun. Gawat. Benar-benar gawat. Aku harus berkorban, tapi untuk siapa? Pikirkan besok lagi saja. Aku jalani saja, sampai saatnya tiba, aku harus membongkar semuanya.
***