Buscar

W.E.L.C.O.M.E. !n tH!s s!tE

Welcome in my blog!!!
di sini,, kamu bisa baca apapun yang kamu mau..
selamat membaca, ya!
semoga bermanfaat...
Leave Comment, please.... ^^

Perpisahanku dan Dia

Pagi ini begitu hangat. Angin yang menyejukkan hati berhembus. Kicauan burung menyanyikan sebuah lagu yang tak kukenal, tapi enak di dengar. Aku  terbangun dari sebuah mimpi yang menyenangkan. Harum aroma kopi yang menggoda, membuatku segera meloncat turun dari kasurku. Semua telah disiapkan oleh mamaku tercinta. I love you, mom.
“Ana, sholat dulu. Ini sudah jam 05.00”
“Iya ma. Santai. Ini mau wudlu.”
Segera ku berwudlu, lalu sholat. Setelah itu, seperti biasa, mengeluarkan motor yang akan kugunakan ke sekolah, memberi makan ayam peliharaanku, membuka pintu pagar, mematikan lampu teras, menyiapkan pelajaran, dan mandi. Ya, ini adalah rutinitas setiap pagi yang tak terlewatkan sedikitpun.
“Ana, sebelum berangkat sarapan dulu. Hari ini ada les? Kalau ada, jangan lupa bawa bekal.”
“Iya. Hari ini ada les. Tapi, aku gak bawa bekal ya, ma. Lagipula, aku sudah bawa roti. Ana berangkat ya!”
“Lho? Sarapan dulu!”
“Gak perlu, ma. Sudah siang.”
Memang, menurutku, ‘siang’ saat berangkat ke sekolah itu jam 06.15. Terlalu pagi ya? Tidak juga kok. Matahari sudah terbit. :D
***
Hari ini, jam-jam pelajaran di kelasku banyak yang kosong. Dan biasanya, teman-temanku ke kantin, ngegosip, internetan, dan beberapa membaca buku. Aku juga seperti itu. Tapi, lebih banyak internetan. Dan saat aku buka facebook, ada yang kirim pesan ke aku. Namanya, Bagas. Biasa, mau kenalan. Ya, aku kenalan sama dia. Dia tanya nama, dan nomor handphone aku. Mulanya, aku gak mau beritahu dy. Lama-lama, kasihan juga. Jadi, aku beritahu deh. Hehe…
***
Dia mulai sms aq, hampir setiap hari. Dia mulai ingin bertemu denganku. Dan dengan berbagai alasan dariku, kita pun tidak pernah bertemu. Tapi, kita terus smsan. Sampai pada akhirnya, aku mulai menantikan sms dari dia, selalu lihat status terbarunya, curhat tentang dia ke temanku sebangku hampir setiap hari, dan masih banyak lagi.
Dan kejadian itu terjadi. Waktu itu, dia bilang suka sama aku (lewat sms). Aku langsung aja jawab, bahwa aku sedang mencari cara untuk tidak menyukainya, aku harus cari orang yang sepadan denganku, dan orang itu bukan dia. Dia benar-benar kecewa dan tersinggung atas pernyataanku. Jujur, aku merasa bersalah. Berhari-hari dia tdk sms. Aku juga tdk berani sms dia.
Setelah beberapa hari, dia sms aku. Isi smsnya pertanyaan-pertanyaan yang harus aku jawab tentang dia. Begitu aku jawab, dia hanya membalas smsku dengan ucapan terima kasih. Beberapa kali dia sms seperti itu kepadaku. Dan akhirnya, hubungan pertemanan kita mulai membaik. Dia mulai sms aku lagi. tapi, dia sedikit berubah. Dia mulai mengatakan perasaan-perasaannya kepadaku.
Suatu hari, dia curhat kepadaku.
“Galau.”
“Kenapa? Gara-gara orang yang kamu suka ya?” tanyaku.
“Sepertinya iya. Semoga orang yang aku suka sadar.”
“Amien…”
“Apa dia benar-benar suka sama aku? Dia pernah bilang gak suka kenal sama orang dari jejaring sosial.”
“Mungkin aja dia berubah.”
“Kalau dia suka sama cowok lain gimana?”
“Ya, nasibmu.”
“Kalau dia suka sama aku, harusnya kan dia bisa menutup hatinya untuk cowok lain.”
“Iya, sih.”
“Kamu tau gak, dia lagi galau karena aku dan orang lain. Berarti kan dia belum suka sama aku. Iya kan?”
“Kayaknya iya, mungkin dia masih banyak pertimbangan. Ikuti kata hatimu.”
“Ya. Aku ingin dia bahagia, meskipun tidak denganku. Makasih sudah jadi teman curhatku malam ini.”
“Iya, sama-sama.”
Setelah selesai sms-an, aku curiga. Sepertinya Bagas sedang curhat tentang aku. Dan ternyata memang benar. Aku bertanya padanya, dan dia menjawab, curhat itu memang tentang aku. Aku benar-benar bisa menduganya.
***
Semakin hari, semakin cinta. Semakin hari, semakin rindu. Semakin aku merasakan cintaku yang tumbuh untukmu.
Bagas mulai melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang aku sendiri tak bisa menjawabnya.
“Aku boleh tahu? Kamu ada rasa sayang dan cinta sama aku, atau kamu sudah menaruh hati untuk cowok lain?”
“Aku gak tahu. Tapi, kamu tahu, kamu berhasil membuat aku penasaran tentang kamu. Kamu berhasil membuatku galau. Dan kamu juga berhasil membuatku slalu berpikir tentangmu. Makasih banget…”
“Kalau kamu ada rasa sama aku, aku akan jaga hatiku dari cewek lain hanya buat kamu. Tapi, kalau sebaliknya, aku juga gak tahu lagi.”
Itu beberapa sms dari Bagas. Dia membuat beberapa status untukku. Dan semakin hari, aku semakin menyukainya.
Aku pernah bertanya pada Bagas, menurutnya, cinta itu seperti apa. Dia jawab, cinta itu murni dan tulus dari hati. Tidak pernah memandang status, jabatan dan usia seseorang. Cinta juga butuh materi yang harus dicukupi. Dan cinta juga bisa membuat kita bahagia serta menangis karenanya.
Bagas juga pernah bilang, apa aku siap untuk pacaran jarak jauh, jarang ketemu juga. Tapi, aku bilang itu tidak masalah. Justru dengan LDR, kita bisa tahu, pasangan kita setia atau tidak.
***
Suatu hari, Bagas bertanya padaku,
“ Kamu suka aku apa tidak?”
“Suka.”
“Sukanya cuma sekedar ‘suka’ atau cinta dan sayang? Jujur ya, dari hati kecil kamu.”
“Gak tahu. Aku masih bingung. Maaf ya. Aku belum bisa beri kepastian buat kamu.”
“Iya, kamu berhak kok, untuk menentukan yang terbaik buat kamu, dan kamu boleh memilih cowok lain yang lebih kelihatan ‘wah’ daripada aku.”
***
Waktu itu, aku update status, ‘Maaf, aq masih belum bisa meyakinkan diriku sendiri. Masih banyak yang harus dipertimbangkan. Kalau memang qm merasa bahwa aq tak pernah bisa serius dengan ini, qm berhak untuk menjauh dariq, sblm rasa itu jatuh semakin dalam. . .’
Bagas tahu tentang statusku itu, dan dia segera sms aku.
“Aku yang minta maaf ke kamu. Semestinya, aku gak naruh hati sama kamu. Aku yang salah. Kamu berhak memutuskan semuanya. Jadi, kamu gak perlu minta maaf. Mestinya, aku sadar. Aku ini siapa.”
“Aku memang perlu minta maaf ke kamu. Maaf, maaf banget. Kamu bisa dapat cewek yang lebih baik dari aku. Aku gak bisa beri jawaban buat kamu. Entah ke depannya gimana…”
“Ya, aku mengerti. Dan kamu pun lebih baik cari cowok yang sepadan seperti yang kamu harapkan. Aku minta maaf kalau kata kamu, aku membuatmu galau dan berpikir tentangku. Mulai sekarang kamu gak perlu galau atau berpikir tentang aku lagi. Anggap saja aku gak penting buat hidupmu.”
“Ya. Akan kucoba.”
“Ya harus itu. Ya sudah. Aku rasa, semuanya cukup jelas. Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
Aku menangis. Aku tak tahu harus berbuat apa. Mungkin, itu adalah salam terakhirku untuknya. Dan aku mungkin juga tak akan pernah bertemu dengannya. Aku sadar. Aku telah menolaknya. Dengan berbagai pertimbangan yang menurutku pantas untuk dijadikan alasan.
Apa aku membuat keputusan yang salah karena telah menolaknya? Kenapa setelah aku menolaknya, justru aku semakin sedih? Dan untuk apa aku menangis sampai dadaku sesak? Apa aku menyesali perbuatanku ini?
Aku benar-benar pengecut. Aku juga mencintainya. Kenapa aku tidak mengatakan bahwa aku benar-benar mencintainya? Apa lagi yang aku pikirkan? Aku benar-benar bodoh.
Aku hanya bisa berkata maaf, untukmu. Maafkan aku.
***
Jujur, ini adalah pertama kalinya aku merasakan rasa yang begitu luar biasa. rasa yang bisa membuatku tersenyum setiap hari, membuatku cemburu, membuatku galau, dan membuatku menangis. Dan rasa ini kurasakan saat aku bersamanya. Rasa ini tak akan hilang oleh waktu. Aku tak tahu, apa dia juga merasakan perasaan yang sama, atau justru sebaliknya.
Mungkin, suatu saat nanti kita akan bertemu, dengan membawa pasangan masing-masing. Membawa sebuah kesuksessan di genggaman kita. Membawa sebuah angan. Menyungging seulas senyum. Dan meninggalkan kenangan kita berdua yang telah terkubur di hati yang paling dalam. Bersamaan dengan itu, kita membuka lembar baru yang akan kita coret penuh warna, tanpa ada nama kita di dalamnya…

The real story for you... from : Ayu Fitria Adiningdyah

Dia, anugrah terindah...

Engkau adalah anugrah terindah untuknya
Anugrah yang tak akan pernah hilang
Dalam tatapan matanya
kau adalah makhluk yang paling sempurna

Kau memiliki sesuatu yang tak pernah kumiliki
Sesuatu yang membuat dirinya jatuh hati kepadamu
Sesuatu itu adalah sebuah kesetiaan

Kesetiaan adalah harga yang harus dibayar
selama aku ingin selalu bersamanya
Tapi, aku membuang harga itu
Sehingga ia berpaling dariku

Aku ingin kau tak membuatnya kecewa
kecewa akan harga kesetiaan itu
dan aku tak ingin lagi
ia kecewa atas pengkhianatanku

Suara Hujan & Peristiwa

Apakah engkau tahu?
Suara hujan ini
terdengar seperti alunan musik sendu
yang mengalun di telingaku
Suara ini mengiringiku untuk tetap disini
duduk diam tak bergeming karena mengingatmu
dengan tetesan air mata di pipi

Suara hujan ini
membuatku termenung
mengenang peristiwa yang lalu
suatu peristiwa yang membuatku kecewa
kecewa akan dirimu
kecewa atas sikapmu padaku

Engkau yang selalu berkata
bahwa akan selalu disisiku
Justru, saat ini kau bersanding dengannya
dan meninggalkanku
meninggalkan hatiku yang terluka karenamu

Bahwa aku...

Ketika itu,
kau menutup pandanganmu dariku
membuatku merasa bahwa kau sudah tak acuh kepadaku
membuatku menjadi takut akan hilangnya dirimu
membuatku ingin mengejarmu, menghentikanmu,
dan bertanya padamu, apa kau mulai tak peduli padaku?

Ingatkah kau dengan semua kenangan kita?
kenangan yang selalu membuat kita tertawa
saat-saat indah serta luka yang kita lalui
kau ingin melupakannya?
kau ingin menghapus memori itu?

Aku ingin mengatakan padamu
bahwa aku masih ingin bersamamu
bahwa aku ingin selalu berada disampingmu
bahwa aku . . . .

Sebuah Surat Cinta, dariku, untuknya...

Dear my prince . . .
Saat ini, kau sedang membaca surat dariku. Sebuah surat yang akan mengubah pandanganmu kepadaku.

Aku ingin kau tau, bahwa aku mulai mencoba untuk mendekatimu. Ada sebuah rasa, dimana aku ingin mendapatkan perhatian darimu. Ingin pula aku memilikimu.

Terkadang, kau terasa sangat jauh saat tak berada di dekatku. Di saat kau sedih, kau membuatku bertanya tanya dan slalu berpikir mengapa kau bersedih hati. Saat kau tertawa, ada sedikit rasa gembira yang menelusup ke dalam hati. Saat kau sakit dan terluka, aku khawatir. Inginku menghapus luka dan mengobati sakitmu itu, menghiburmu dengan candaanku, dan terus tersenyum di hadapanmu.

Apa ini yang namanya cinta? Mengapa baru kurasakan saat ini?
Rasa ini terus menggebu-gebu. Ada rasa senang ketika aku tau bahwa ini cinta. Tetapi, ada rasa sedih, ketika ku harus menerima kenyataan, bahwa kau bukan milikku. Ada pula rasa khawatir untuk kehilanganmu, ketika ku harus merelakanmu mencemaskan orang lain.

Aku ingin kau mengerti, bahwa aku menyukaimu. Aku ingin selalu ada untukmu. Separuh rasa ini terkadang cemburu, melihat kedekatanmu dengan orang lain. Tetapi, separuh rasa ini munafik, karena tak ingin mengakui dan menyatakan perasaan ganji ini. Separuh nafasku ini, telah kau rebut secara paksa. Harusnya, kau bisa merasakan itu...

Aku benar-benar pengecut yang tak punya nyali untuk mengungkapkan perasaanku padamu. Jujur, aku sangat mencintaimu. Dan hanya lewat surat ini aku dapat mengatakannya. Aku mohon.. Balaslah suratku ini. Berikan jawabanmu.
Aku menunggu...

Dari seseorang yang sangat mencintaimu...

7 Hari Bersamanya (Last Part)

HARI KEEMPAT
Seperti kemarin, aku dijemput Indra. Biasa, baru awal pacaran. Bawaannya senyum-senyum terus. Lucu juga sih. Hehe…
Tak ada kejadian apapun selama di sekolah. Bahkan, secara mengejutkan, banyak yang bilang aku adalah pasangan serasi dengan Indra. Aah, leganya. Berarti, aku dan dia memang jodoh. Benar kata pepatah, jodoh tak akan lari kemana. J
Siang ini, aku dan Indra sedang ada di sebuah warung kesukaannya. Aku gak nyangka, dia orangnya sederhana juga. Aku kira, dia mata kranjang, mata duitan pula. Ternyata tuduhanku salah semua.
Selesai makan siang, kami pergi ke tempat yang disukainya. Sebuah taman yang rindang, indah, dan buat suasana hati lebih tenang. Kami di sana hanya bicara-bicara ringan. Ngobrol gak jelas, dan akhirnya, jam menunjukkan pukul 19.00.
“Pulang, yuk!” kataku.
“Ok, siap!” Jawabnya dengan tawa.
Sesampainya di rumah, aku segera disambut mamaku. Mama khawatir. Ya, maklum lah, namanya juga ortu. Pasti khawatir kalo anaknya pulang malam. Aku segera membersihkan diri, dan belajar, serta bersiap untuk tidur. Semoga, malam ini mimpiku nyenyak. Amin…
***
HARI KELIMA
Dan seperti biasanya, aku dijemput oleh pacar baruku. Kami berangkat bersama. Kali ini, jalan yang kami tempuh berbeda. Karena kami berangkat lebih pagi. Dia mengajakku untuk jalan-jalan sebentar. Menghirup udara pagi. Begitu katanya.
Dia bawa motornya dengan kecepatan 60 km/jam. Lumayan cepat juga. Saat di persimpangan, tiba-tiba ada mobil dengan kecepatan tinggi, dan……
BRAAK!!!
Kami pun tak sadarkan diri.
***
Aku membuka mata. Dan melihat sekeliling. Ada teman-teman dan ortuku. Sekilas, aku melihat jam dan keadaan luar melalui jendela. Sudah pukul 19:35. Berarti, aku tidak sadarkan diri lama sekali.
Aku merasakan sakit pada tubuhku, terutama kakiku. Sakit sekali. Tapi, kaki kiriku yang sakit. Aku tidak merasakan apa-apa pada kaki kananku.
“Ana,” sapa mamaku dengan muka sayu. Sepertinya, mama habis menangis.
“Ana, kamu harus kuat ya, sayang. mama dan papa akan selalu berada disampingmu. Akan selalu menjagamu. Jangan sedih, sayang. mama akan membantumu selama mama masih bisa melakukannya.” Kata mamaku dengan tangisnya.
“Memang kenapa, ma?”
“Ana,” sapa Lolita.
“Lolita? Sedang apa kau disini?”
“Ana, kau harus tegar ya. Tetap semangat. Jalani hidupmu seperti biasa. Tak perlu khawatir akan ejekan orang lain. Ok? Aku dan yang lain akan membantumu jika kau butuh bantuan.”
“Kalian bicara apa sih? Aku gak ngerti!” Bentakku.
“Ana,” sapa Dita.
“Apa!” jawabku.
“Aku harus mengatakan ini. Kaki kananmu… diamputasi.”
“A…apa? Ti..tidak mungkin. A..aku gak mungkin kehilangan kaki kananku. Kakiku baik-baik saja. Lihatlah!”
Aku benar-benar terkejut! Tidak mungkin! Kenapa aku harus kehilangan setengah dari kaki kananku? Apa salahku?
“Apa yang terjadi padaku, hah! Beritahu kepadaku!” tanyaku.
“Tadi, pagi, saat kau berangkat, kau dan Indra lewat jalan memutar, dan melalui persimpangan. Tiba-tiba, ada mobil yang menabrak kalian. Dan kakimu terlindas mobil itu”
“Lalu, bagaimana keadaan Indra?” tanyaku lagi.
“Ia kritis. Sekarang masih di ruang ICU.”
Aku tidak percaya dengan kejadian ini. Apa salahku dan Indra, sehingga kami harus menerimaa nasib seperti ini? Aku benar-benar merasa bersalah. Aku hanya bisa menangis tersedu-sedu. Dan aku tak sadarkan diri kembali.
***
HARI KEENAM
 Pukul 3 pagi. Sepi. Tak ada siapapun diruanganku kecuali aku. Ya. Aku terbangun, dan mendapati diriku dalam keadaan yang tidak semestinya. Aku telah kehilangan kakiku. Aku hanya bisa menerima kenyataan.
Bagaimana keadaan indra? Aku akan kesana untuk melihat keadaannya. Baru saja aku akan bangun. Tiba-tiba, ortuku masuk dan langsung memelukku.
“kamu sudah bangun, sayang? Ayo, kamu sudah di tunggu.” Kata mamaku.
Ditunggu siapa? Aku benar-benar tidak mengerti.
Lho? Kok ada ortu indra?
“Aada apa tante? Bagaimana keadaan indra?”
“indra mengalami kerusakan parah pada kedua ginjalnya karena benturan yang sangat keras. Kemungkinan selamat sangat kecil, karena tidak mungkin mencari donor ginjal bila tergesa-gesa. Ditambah lagi, indra perlu dua ginjal. Tidak akan ada yang mau mendonorkan ginjalnya. Itu sama saja membunuh orang itu sendiri. Kenapa harus Indra? Apa salahnya??” tanya ibu indra dengan menangis.
Mendengar kata-kata ibu indra, aku pun menangis. Aku tahu apa yang ia rasakan. Kemudian, terdengar suara pintu dibuka.
“Siapa yang bernama Ana?” tanya dokter.
“Saya, dok.”
“Masuklah. Selama di ICU, pasien ini selalu memanggil namamu.”
Aku segera masuk ke ruang ICU. Aku mendekati tubuh indra, dan menggenggam tangannya,
“Aku sayang kamu, indra. Sayangku ini, akan selalu bersamamu.”
Ia hanya diam. Aku segera keluar dari ruangan ICU. Dan bergegas meninggalkan mereka bersama dengan ortuku.
***
            HARI KETUJUH
Esoknya terlihat beberapa suster bergegas mengeluarkan indra dari ruang ICU, dan membawanya ke ruang operasi. Keluarga dan teman-teman indra yang datang menjenguk segera mengikuti suster-suster itu. Kemudian, mereka menunggu dengan cemas. Ini sudah hampir 5 jam, akhirnya, seorang dokter keluar dari ruang operasi.
“Bagaimana keadaan anak saya, dok? Apa dia selamat?”
“Anak bapak sudah melewati masa kritis, selamat ya pak.” Jawab dokter itu.
“terima kasih, dok.” Jawab ayah indra dengan senyum yang tak bisa dibendung lagi.
“berterima kasihlah pada Allah, karena Allah telah membawakan donor ginjal bagi anak bapak.”
“Siapa pendonor itu?”
Dokter itu hanya tersenyum. Tiba-tiba beberapa orang suster keluar sambil mendorong seseorang yang tertutup kain putih.
“Tunggu, suster!”
Keluarga dan teman-teman indra menyaksikan ayah indra membuka kain putih yang menutupi sosok yang telah kaku itu. Mereka terpaku ketika melihat sosok yang mereka kenal. Ana.
***

Dear, indra …
Mungkin, saat kamu membaca surat ini, kamu sudah baik-baik saja. Kecelakaan yang kita alami itu, menurutku adalah saat-saat yang mengharukan. Kamu tahu indra? Aku kehilangan kaki kananku. Tapi, tak apa. Aku senang. Karena dengan cara ini, aku bisa melihatmu senyum dan tawamu. Oh iya, dokter mengatakan, kalau nyawamu tidak bisa diselamatkan, karena kedua ginjalmu rusak. Aku tidak bisa kehilanganmu. Aku tidak bisa tanpamu. Lebih baik, aku yang pergi dulu, mungkin, setelah kamu cukup pulih dan bisa berjalan normal, aku tidak akan ada di sisimu. Aku tidak bisa menemanimu. Kamu yang tegar ya. Jangan sedih karena kehilangan diriku. Tak ada yang bisa kuberikan padamu. Kau sudah banyak meluangkan waktumu untukku. Aku hanya bisa membalasnya dengan sepasang ginjalku yang dapat membuatmu hidup. Untuk seseorang yang sangat kusayangi, aku rela mengorbankan apapun. Kamu juga perlu tahu, sejujurnya, aku juga sangat menyukaimu, sejak MOS waktu itu. Saat kita saling berpandangan. Hehe..
Maafkan aku, ya. Jika aku punya salah sama kamu, jika aku selalu merepotkanmu. Aku akan selalu menyayangimu, meskipun aku telah disisiNya saat ini…

“Anaa!!!!!!” Teriak indra sambil menangis. Ia menangis dengan histeris, kesal, dan marah terukir dari wajahnya. Aku, telah menukarkan hidupku, demi kehidupan orang yang sangat kusayangi, dan kucintai……


Diadaptasi dari sebuah novel berjudul, "7 Hari Dengannya", karya Yasirli Amri 
http://ceritacinta-di.blogspot.com

7 Hari Bersamanya (part 1)

Ini, adalah sebuah cerita, di mana aku ditempatkan pada suatu masalah yang sangat tidak menyenangkan. Suatu masalah yang hanya memiliki dua pilihan, yaitu hidup atau mati. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Baiklah, kisah ini, akan ku mulai, 7 hari yang lalu.
***
HARI PERTAMA
Pagi yang indah. Ya, benar. Pagi yang cerah juga untuk segera bangun dan menghirup udara segar. Hari ini adalah hari Rabu. Hari yang kutunggu-tunggu. Hari di mana ada pelajaran yang sangat aku sukai. Vocal.
Oh ya, kenalkan. Namaku Ana. Lengkapnya Clarissa Ana. Umurku 17 tahun. Aku sekolah di Gatvia Art. Sebuah sekolah seni yang sangat terkenal. Dan aku sudah tingkat 2. Hebat bukan?
Aku segera bersiap-siap untuk berangkat. Mandi, sudah. Pakaian rapi, sudah. Buku pelajaran, juga sudah. Tinggal berangkat ke sekolah!!
Seperti biasa, begitu sampai di sekolah, aku sudah di tunggu oleh sahabat-sahabat baikku. Dita dan Erna.
“Hei! Ayo, cepat parkir. Ada yang mau kita bicarakan!”
“Bicara apa?”
“Jangan banyak omong! Cepetan!!!”
“Iya, iya, . . sabar. . .”
Aku segera memarkirkan motorku, dan bergerak cepat menyusul sahabatku.
“Mau bicara apa sih? Penting?”
“Penting banget. Tadi, waktu aku masuk kelas, aku nguping pembicaraan Lolita sama temannya. Lolita bilang, dia udah putus sama Indra. Trus, dia butuh seseorang yang netral. Dan, kamu tahu? Lolita mau balas dendam, soalnya jefri cuma mainin dia. Kasian banget ya. . . . Bagus kan, beritanya?”
“Apanya yang bagus? Biasa aja tuh.”
Aduuhhh… gak penting banget sih. Berita gitu aja di beri tahu ke aku.
Oh ya, Lolita itu cewek yang paling cantik, dan dia juga model sampul majalah terkenal. Jadi, aku gak heran. Banyak cowok yang suka sama dia, meskipun cuma di mainin aja.
***
Bel pulang berbunyi. Hoamhm.. Aku capek. Ingin segera pulang dan tidur siang. Tunggu, ada apa nih. Banyak cewek yang kumpul di kelasku.
Oh. . . . Lolita cari sensasi lagi..
“Perhatian buat semua cewek-cewek yang ada di sini. Aku ingin memilih satu dari kalian yang bisa bantu aku buat balas dendam ke cowok sok keren itu! Bagi yang berminat, silahkan antre di sebelah sini. Ayo, ayo! Kesempatan terbatas. Ini adalah saat yang menguntungkan bagi kalian buat nampar cowok-cowok keren, terutama si Indra itu!”
Wuuiihh.. banyak banget yang antre. Jadi ini yang di maksud Dita dan Erna? Ikutan gak ya?
“Ikut aja deh. Mumpung ada kesempatan. Jarang lho kesempatan kayak gini ada. Gimana?” Kata Erna membuyarkan lamunanku.
“Mau sih. Tapi…”
“Gengsi? Buang jauh-jauh gengsimu. Demi kesempatan emas!” Sahut Dita.
“Ok, deh. Aku coba ikutan. Aku antre dulu.”
Mau tahu, kenapa Dita bilang ini kesempatan emas? Soalnya, Aku dulu pernah di ejek habis-habisan sama Indra dan teman-temannya. Mereka ngatain aku dan sahabatku, yang kampunganlah, yang jeleklah, masih banyak lagi pokoknya. Aku gak akan lupa sama kejadian-kejadian itu. Ini saatnya aku balas dendam.
Dan akhirnya, keberuntungan berpihak padaku. Aku terpilih! Kok bisa? Gak tahu ah. Yang jelas aku terpilih. Aku segera memberikan nomor handphoneku pada Lolita. Dia bakal jelasin rencana balas dendamnya lewat sms.
Tiba-tiba, aku langsung diajak masuk ke mobilnya. Motorku gimana? Lolita bilang, dia suruh sopirnya bawa motorku ke rumah, sekalian izin pulang agak malam. Kami segera meluncur ke salon. Aku segera di permak habis-habisan selama 2 jam. Dan hasilnya, ternyata aku cantik banget! Lolita sama teman-temannya, memuji kecantikanku. Gak nyangka ya, aku bisa cantik gini. Kita juga jalan-jalan ke mall, beli baju buat aku. Gak nyangka, mereka sampai segitu niatnya buat balas dendam. Gak apa-apa. Senang juga deh. Ingat, Ana. Demi rencana!
***
HARI KEDUA
Hari ini, aku dijemput sama Lolita. Dia bilang, aku harus terlihat elegan. Jadi, dia jemput aku pakai mobil sport merahnya. Baru kali ini naik mobil sport. Nyaman banget. Sesampainya di sekolah, begitu aku keluar, banyak yang lihatin aku. Aku segera menelepon sahabat-sahabatku, aku minta maaf, tidak bisa bersama mereka hari ini. Mereka maklum. Kan demi rencana. Aku segera menuju kelas bersama Lolita dkk. Tapi, aku dicegah oleh Indra. Sepertinya, rencana pertama menunjukkan tanda-tanda keberhasilan.
“Hei! Kamu Ana? Hari ini, kamu terlihat cantik banget.”
“Iya. Makasih.”
Cuuiiihh… kata-kata gombal mulai memancar keluar dari mulutnya.
“Nanti, waktu istirahat, aku jemput di kelasmu ya. Kita ke kantin bareng. Gimana?”
“Iya.” Jawabku singkat.
Sesuai dengan rencana, dia mulai melihatku, dan mengajakku makan. Setelah itu, pasti nanti malam dia ngajak aku keluar. Semoga saja…
***
Istirahat. Indra menghampiriku di kelas.
“Kamu mau makan apa? Biar aku yang bayar. Kamu boleh pesan apapun yang kamu mau.” Kata Indra.
“Benarkah? Terima kasih. Tapi, aku sedang dalam program diet.”
“Kalau gitu, kamu maunya apa? Pasti aku turuti.”
“Aku mau di kelas aja. Mau belajar buat ulangan nanti.”
“Oh, oke. Gini aja, nanti malam keluar sama aku, mau gak?”
Yes! Sesuai rencana. Bakalan mulus nih.
“Gimana ya? Boleh deh.”
“Nanti malam jam 8, aku ke rumahmu. Tau nomor hapeku kan? Sms aku alamat rumahmu ya. Bye..”
Idiiih… Alay banget sih… Jangan sampai aku suka sama orang kayak gitu. Aku bersumpah. Kalau sampai aku suka sama dia, aku bakal mati kecelakaan. Catat itu!
***
Sudah jam 8. Cepatlah datang.
Ting tong. Itu pasti Indra. Segera aku keluar, berpamitan pada ortuku, dan menemui Indra. Wow, dia kelihatan keren dengan jeans dan kemejanya. Aku terkesima oleh penampilannya. Hus! Sadar, sadar! Aku gak boleh terpesona olehnya. Rencana bisa gagal.
Dia membukakan pintu mobil untukku dan menyuruhku masuk. Ia pun segera masuk dan mengemudikan mobilnya.
“Ana, kamu cantik banget malam ini. Gak seperti biasanya.” Ungkapnya dengan senyumnya yang menggoda itu, dan menjalankan mobilnya.
“Makasih. Emang biasanya aku gimana? Jelek?”
“Bukannya jelek, kamu itu terlihat di kalangan cewek-cewek kuper dan kampungan itu. So, wajahmu yang cantik itu tidak terlihat, kamu juga terbawa dengan situasi mereka.”
“Oh, gitu? Berarti, kamu mau bilang sahabat-sahabatku jelek?”
“Memang, bukan? Lihatlah. Dirimu itu sempurna. Sedangkan mereka hanya sebagian kecil dari dirimu. Kata-kataku benar, kan?”
Kalau aku membela sahabatku, aku tidak bisa balas dendam padanya. Maafkan aku sahabatku. Aku harus membuat kalian terlihat buruk di kalangan mereka.
“Iya, ada benarnya juga.” Jawabku dengan tersenyum paksa.
20 menit berlalu. Aku telah sampai di sebuah restoran mewah. Restoran yang selama ini aku bawa dalam mimpi. Tak kusangka, dengan cara ini aku bisa ke restoran ini.
Indra segera membukakan pintu untukku, dan kami masuk bersama. Ia segera berkata pada pelayan yang menyambut kami.
“Meja untuk 2 orang.”
Pelayan itu segera menempatkan kami di tempat yang sangat romantis. Sepertinya, memang sudah disiapkan sebelum berangkat kemari. Andai saja, aku bisa ke sini dengan pacarku. Pasti so sweet…
“Ana, kamu kenapa?”
“Ah, tidak apa-apa. Aku… hanya terpesona dengan restoran ini. Tempatnya benar-benar bagus.”
“Kamu baru pertama kali ke sini ya? Lain kali, aku akan sering mengajakmu kemari. Kalau perlu, keluargamu juga ikut.”
“Benarkah? Makasih ya. Kamu baik banget.”
Ternyata, dia baik juga. Senyumnya kali ini tulus. Tidak seperti sebelum-sebelumnya. Andai Indra benar-benar menyukaiku dan tidak mempermainkan cewek lain, aku pasti jatuh cinta padanya.
Ia segera memesan makanan untukku dan dirinya sendiri.
“Kenapa melihatku seperti itu? Aku keren, kan?”
“Iih.. Siapa yang bilang kamu keren? Ngaca dulu dong.” Jawabku dengan senyum jahil.
“Hahaha… Oke, oke. Lain kali, aku akan ngaca dulu sebelum aku bilang bahwa aku keren. Gimana?” Katanya dengan tawanya yang begitu lepas.
Baru kali ini aku lihat dia seperti itu. Padahal, sebelum-sebelumnya gak pernah tertawa selepas ini. Aneh.
“Terserah deh.”
Makanan yang kami pesan datang. Semua makanan tertutup oleh tudung saji. Lilin yang ada di mejapun akhirnya dinyalakan.
“Bukalah tutup makanan itu.” Perintah Indra.
Aku segera membukanya. Heran. Tak ada makanan. Yang ada, kotak beludru merah berukuran kecil.
“Ini apa?”
“Bukalah.”
Segera aku buka kotak itu, dan berisi seuntai kalung.
Will you be my girlfriend, Ana?
“Apa?!”
“Jika kamu ingin menerima ketulusan hatiku ini, pakailah kalung itu. Jika kamu tidak bisa menerima hatiku, buanglah kalung itu.”
Aduh, baru beberapa jam kita bicara berdua. Eh, sudah minta aku jadi pacarnya. Mau gak mau, harus diterima nih. Apalagi, mukanya melas gitu. Jadi gak tega. Dengan setengah terpaksa, aku menerima cintanya.
“Terima kasih, Ana. Aku janji, aku akan selalu menjagamu dari bahaya apapun. Aku akan selalu setia padamu. Aku tak akan mempermainkan cewek lagi. aku akan tobat.”
“Banyak amat janjinya?”
“Jujur, aku sudah menyukaimu, sejak kamu masuk ke Gatvia Art. Dan aku mengenalmu, saat MOS. Aku jatuh cinta pada pandangan pertama. Aku ingin mendekatimu. Tapi, aku gengsi. Kamu selalu bedekatan dengan cewek-cewek kampungan itu. Aku tak mungkin menyatakan cinta jika keadaannya seperti itu. Begitu aku tau, kalau kamu gabung dengan Lolita cs, aku benar-benar bahagia. Dan aku segera menyiapkan semua yang ingin aku lakukan bersamamu.”
“Benarkah? Kau sudah menyukaiku dari dulu?” tanyaku dengan perasaan yang campur aduk.
“Iya. Ayo kita makan. Nanti keburu dingin.”
“Eh, i..iya..”
APA??? Aku rasanya mau mati. Perasaanku campur aduk. Antara senang, kaget, sedih, bingung, semuanya deh. Aku benar-benar mati kalau kayak gini. Rencana gagal total. Aku akan membatalkan semua rencanaku dengan Lolita. Aku akan mengatakan padanya, bahwa aku mundur saja. Karena, sekarang aku tau. Kalau hatiku yang paling dalam, rasa cintaku padanya tumbuh kembali dengan seketika. Sekarang, aku dan indra, saling menyukai satu sama lain…
***
 
HARI KETIGA
Pagi ini, aku dijemput sama Indra. Hidup yang menyengkan. Punya cowok keren yang disukai banyak cewek. Beruntung banget aku. Perlu pamer nih. Perlu update status, apa gak usah ya? Bingung ah.
Tok.. tok.. . Sudah datang tuh. Berarti, gak perlu update status.
“Ma, Pa, aku berangkat ya.”
“Lho, gak sarapan?”
“Gak usah, Ma. Nanti yang jemput aku kelamaan nunggunya.”
“Hayo.. yang sudah punya pacar…” Kata papa dengan genit.
“Ah, papa. Bisa aja. Assalamualaikum…”
“Waalaikumsalam.” Jawab ortuku serempak.
Begitu aku keluar, dia terseyum. Aahh… manis banget… Dia langsung turun dari motornya, dan menyodorkan helm yang di bawanya.
“Ayo. Gak apa-apa kan, naik motor?”
“Gak apa-apa. Santai aja.”
“Ayo, naik. Pakai helmmu.”
“Iya.”
Di perjalanan, aku gak bisa bayangin. Pasti di sekolah, jadi bahan pembicaraan. Mau aku taruh di mana mukaku? Tak apa. Lagipula, aku akan jujur pada Lolita.
Sesampainya di sekolah. Setiap ada yang lewat, pasti nglihatin aku. Kok, aku jadi salah tingkah gini sih?
“Ana, bentar lagi pasti banyak yang buat gossip tentang kita berdua. Biarin aja mereka mau ngomong apa. Kamu yang kuat ya. Tegar. Oke?”
“Iya.”
Jujur, aku takut. Kalau masalah gosip, aku sudah biasa tutup telinga. Tapi, gimana awal pembicaraanku dengan Lolita? Aku mau mulai darimana? Atau, aku gak perlu bicara sama dia? Aduuuh, ribet banget mikirinnya. Aku mau cerita ke sahabat-sahabatku dulu, baru ambil keputusan.
Di kelas, Lolita cs segera menghampiriku.
“Gimana tadi malam? Dia udah nembak kamu ya? Cepat cerita…”
“Emm.. Lolita. Ada yang mau aku sampaikan. Jadi,, begini. . . .”
Teet.. teet.. Bel masuk berbunyi.
Hhh… kok udah masuk sih?? Gimana aku mau bilang??? Kalau gitu, nanti waktu jam istirahat aja deh.
***
“Ana, ke kantin yuk!” Ajak Dita dan Erna.
“Aduh, maaf banget ya. Aku harus cerita sesuatu sama Lolita.”
“Cerita apa?”
Cerita ke sahabatku gak ya? Apa mereka bisa beri solusi? Aku jadi bingung.
“Jadi cerita gak, sih?” Tanya Dita.
“Enggak deh. Maaf ya.”
Mereka segera berlalu. Dan, Lolita menghampiriku, sendirian.
“Kamu mau bilang apa sih tadi? Mau cerita tentang semalam? Dia ngapain aja sama kamu?” Tanyanya.
“Lolita, jujur. Aku… juga gak ngerti kenapa bisa gini. Aku… Aduh,, susah bilangnya..”
“Tunggu, jangan-jangan, kamu… suka sama indra? Iya kan?”
“I..iya.”
“Aaah, kamu gimana sih? Masa’ langsung terpesona begitu saja? Mumpung baru awal, segera buang jauh-jauh pikiran kamu tentang dia. Ingat misi kita! Rencana awal kita itu apa? Balas dendam kan?”
“Iya… tapi,…”
“Ah, sudah. Pokoknya, lupakan dia. Misi ini harus berjalan. Kamu udah terpilih. Kamu gak boleh goyah. Ngerti?”
“I..iya.. deh.”
Lolita segera pergi meninggalkanku yang termangu sendiri. Kok bisa jadi gini sih? Jadi kacau semuanya? Apa aku harus tanya sahabatku? Atau… aku bilang aja sama Indra. Toh, dia bakal melindungi aku dari siapapun. Tapi, kalau dia marah gimana? Bingung banget nih!
***
Bel pulang berbunyi. Dan Indra menghampiri kelasku.
“Ana!” Sapanya dengan tersenyum ceria.
Lolita melirikku, dan mengapalkan tangannya, mengancamku.
“Maaf, saat istirahat tadi, aku gak ke kelasmu. Aku lagi sibuk ngerjakan tugas. Pulang, yuk! Atau, mau jalan-jalan dulu?”
“Emm,, langsung pulang aja ya. Aku capek.”
“Oh, ok deh. Ayo!”
***
Ini sudah pukul 21.00. aku belum bisa tidur memikirkan hubunganku dengan Indra, dan juga rencanaku dengan Lolita. Aku sudah curhat dengan buku diaryku sampai 10 halaman. Tapi, tidak menemukan jalan keluar apapun. Gawat. Benar-benar gawat. Aku harus berkorban, tapi untuk siapa? Pikirkan besok lagi saja. Aku jalani saja, sampai saatnya tiba, aku harus membongkar semuanya.
***